Latest News

Monday, September 11, 2017

Jujur

Ada 4 mahasiswa telat ikut ujian. Krn bingung kesiangan, mrk kompak sepakat saat memberi alasan sama saat dosen bertanya, dengan harapan dosen percaya dan berbaik hati dan mereka diberi kesempatan ujian susulan. Demikian kata mereka:
Mahasiswa A: pak, maaf kami terlambat
Mahasiswa B: iy pak, kami berempat naik angkot yangsama dan bannya meletus
Mahasiswa C: kami kasihan dengan sopir tersebut, jadi kami bantu dia pasang ban baru.
Mahasiswa D: oleh karena itu kami mohon kebaikan dan kemurahhatian bapak agar kami diperbolehkan ujian susulan.

Dosen berpikir sejenak, dan akhirnya keempatnya diijinkan ikut ujian tapi dalam 4 ruang yang berbeda. Ahhh mungkin biar kita tidak nyontek pikir mahasiswa itu.  Soal pertama dengan bobot nilai 10, dapat mereka kerjakan dengan senyum gembira. Tetapi... untuk soal nomor 2 dengan bobot nilai 90  membuat mereka keringat dingin bercucuran, karena soal kedua begitu jelas menguji kejujuran mereka:
"Kemarin, ban angkot sebelah mana yang meletus?".

Sebagai orang yang pertama kali mendengar cerita ini, mungkin anda tertawa atau tersenyum mendengar cerita ini. Tetapi sesungguhnya pertanyaan tentang kejujuran sering kita hadapi juga. Demikian juga Simon Petrus, mengalami hal yang sama ketika kejujurannya dipertanyakan Yesus yang notabene adalah gurunya sendiri. Mahasiswa-mahasiswa tadi memang tidak diragukan mereka paham ilmu yang diajarkan oleh sang dosen. Tapi soal kejujuran sang dosen meragukannya. Dosen tadi mungkin sekedar mengira-ngira bahwa mahasiswanya tidak jujur, tetapi dalam kisah Yoh 21: 15-19 Yesus bukan lagi mengira-ngira, Ia sungguh tahu apa yang ada di hati Simon, sampai akhirnya Simon menyadari makna pertanyaan Yesus tersebut.

Mengapa Yesus perlu bertanya sampai berulang-ulang kepada Simon "Apakah engkau mengasihi Aku?� Bukankah Simon Petrus adalah seorang murid beriman yang mengasihi Yesus? Yang waktu malam perjamuan sebelum Yesus ditangkap dengan berani berikrar "Tuhan aku bersedia masuk penjara atau mati bersama Engkau?" dan waktu Yesus ditangkap, ia berani memotong telinga hamba Imam besar? Apakah masih ada yang kurang dalam dirinya? Adakah yang salah dengan penghayatan akan iman dan kasihnya?

Ya, Yesus melihat apa yang dilakukan Simon bukanlah pemahaman kasih yang sesungguhnya, karena dalam diri sang murid ada harapan-harapan yang juga sering kita tiru tanpa sadar, yaitu nama besar, kepopuleran, selalu jadi yg utama, kesombongan, ingin menonjol. Yesus tidak suka itu semua karena semua itu adalah sumber kesombongan, sumber kehancuran seorang pelayan Tuhan. Dan itu terbukti sampai ketika ayam jago berkokok menyadarkan dia kembali.
Pertanyaan pada Simon adalah upaya pembaharuan iman dan kasih muridnya tersebut sebagai dasar motivasi mengasihi yang benar.

Bila kita amati baik-baik motivasi yang keliru yang dipandang Yesus sebagai batu sandungan pelayanannya adalah:

1. Sikap pamrih tentang siapa yang terbesar yang dilontarkan murid-muridNya yang dengan lantang mengatakan "Aku bersedia masuk penjara dan mati bersama Engkau" sebagai pembuktian. Kalimat itu dalam bayangannya akan membuka peluang tempat dan kedudukan. Itu tak disukai Yesus.

2. Kasih yang dilakukan karena prestise, demi gengsi, martabat, nama baik. Yesus sudah tahu, bahwa sejak saat Simon Petrus mengatakan "Biarpun semua org terguncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.�  Padahal semua akhirnya terbukti ketika dia menyangkal sebelum ayam berkokok.

 "Simon  anak Yohanes, apakah Engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka?
Ini adalah pertanyaan yang mengarah supaya Petrus melepaskan penonjolan dirinya di antara murid lainnya, untuk kembali pada pembaharuan iman kasihnya.

Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi aku? (Tanpa kalimat: "lebih dr pd mereka ini?), dengan cara lebih lunak Yesus bertanya. Dan itu menyadarkan Petrus, menyengat dia untuk lebih rendah hati.   Kehalusan kata telah merobek kesombongannya.

 Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku? Pertanyaan ke-3 meminta kejujurannya bahwa iman dan kasih adalah 2 hal yang harus dipertanggungjawabkan karena kelak akan menerima konsekwensinya. Meluruskan motivasi dan kesadaran akan pelayanannya. Dan akhirnya ia berani menjawab: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau".  Sikap baru yang rendah hati yang juga harus dimiliki oleh kita semua sebagai pelayan Tuhan, sebagai teladan penggembalaan. Sikap yg penuh kasih, jujur setia dalam iman kasih pelayanan.

Tuhan memberkati.

No comments:

Post a Comment

Tags