Latest News

Thursday, September 28, 2017

Pesta St. Mikael, Gabriel, Rafael, Malaikat Agung

Hari ini adalah hari pesta para malaikat agung. Ada tiga malaikat agung yang terkenal. Pertama adalah Mikael, sang penghulu malaikat yang disebut pada Daniel 12:1, Yudas 1:9 dan Wahyu 12:7. Kedua adalah Gabriel, sang pembawa kabar sukacita pada Bunda Maria. Ketiga adalah Rafael, sang pelindung perjalanan, yang mendampingi Tobia dalam perjalanannya yang diakhiri dengan kesejahteraan keluarga. Mengapa kita memestakan mereka?

Pertama-tama agar kita mengingat bahwa Yesus, sang Anak Manusia, mengatasi segala malaikat. Di dalam Injil dituliskan bahwa malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia (Yoh 1:51). Artinya para malaikat menyembah dan menuruti perintah-perintahNya. Kedua, kita diingatkan bahwa Allah telah menciptakan beratus ribu malaikat untuk melayaniNya, dan Ia juga telah memberikan beratus ribu malaikat kepada kita untuk membantu kita dalam peperangan rohani, agar kita nanti masuk ke dalam kerajaan yang takkan binasa (Dan 7:14). Ketiga, agar kita mengingat bahwa kepada Anak Manusialah diserahkan kekuasaan dan kemuliaan sebagai raja di dalam kerajaan yang kekal dan tak binasa.

Mari kita saat ini merenungkan betapa Allah yang mahakuasa mampu untuk menciptakan beratus ribu malaikat untuk melayaniNya, sebenarnya tidak membutuhkan pelayanan kita lagi. Sebaliknya kitalah yang butuh untuk melayaniNya. Dan dalam perjuangan pelayanan kita itu, kita dibantu olehNya melalui para malaikat.
----------------------------
Renungan Harian Jumat, 29 Sept 2017
Pesta St. Mikael, Gabriel, Rafael, Malaikat Agung
Bacaan 1: Dan 7:9-10, 13-14
Injil: Yoh 1:47-51

Wednesday, September 27, 2017

Pancasila, Gotong Royong dan Semangat Kasih

Tahukah Anda bahwa Soekarno pernah menyatakan bahwa bila Pancasila harus diperas menjadi hanya 1 sila, atau Ekasila, maka hasilnya adalah GOTONG ROYONG?

Kenapa Gotong Royong? Karena di seluruh penjuru Indonesia, gotong royong telah merakyat dan mendarahdaging. Gotongroyong mengandung arti bahwa hidup tolong menolong dalam tradisi masyarakat Indonesia, tidak hanya merupakan wujud keterikatan sosial antar satu dengan yang lain, tetapi lebih dari itu memiliki makna religius spiritual yang sakral. Prinsip gotong royong dapat ditemukan di semua kearifan lokal: di Madura �Song-Osong Lombhung�, di Bali �Ngayah�, di Papua �Helem Foi Kenambai Umbai�, di Sulawesi Selatan �Ammossi�, di Sulawesi Utara �Mapalus�, di Kalimantan Timur �Paleo�, di Sumatera Barat �Hoyak Tabuik�, di Sumatera Utara �Siadapari�, di Ambon �Masohi�, di Sumbada �Pawonda�, di Aceh �Alang Tulung�, di Riau �Batobo�, di Kepri �Beganjal�, di Jambi �Pelarian�, di Babel �Nganggung�. Bahkan di Jawa ada berbagai istilah untuk menunjuk prinsip itu: �Gugur Gunung� (Jawa Tengah), �Sabiruyangan� (Sunda), �Sambatan� (Jawa Timur), �Soyo� atau �Kudur� (Nganjuk).

Apa yang mendasari prinsip gotong royong ini? Tentu adalah semangat kasih. Kasih yang seperti apa? Kasih kepada Tuhan yang mahaesa, kasih yang membangkitkan semangat keadilan dan keberadaban, kasih yang menyatukan, kasih yang mendorong kepemimpinan oleh hikmah kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan, dan kasih yang menghasilkan keadilan sosial yang merata. Bila direnungi maka setiap sila dalam Pancasila selalu mengimplisitkan �kebersamaan�, yang pada prinsipnya adalah dasar dari gotong royong.

Bagaimana orang Katolik memahami dasar negara ini? Dengan sangat jelas, karena Kitab Suci sendiri pun telah mengajarkan:
Sila 1: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu (Mat 22:37)

Dan untuk sila-sila lainnya, Yesus meneruskan: �Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.� Ini diuraikan dalam keempat sila lainnya.
Sila 2: Janganlah engkau memeras sesamamu manusia dan janganlah engkau merampas; janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya. (Im 19:13)
Sila 3: Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir. (1Kor 1:10)
Sila 4: Maka bersidanglah rasul-rasul dan penatua-penatua untuk membicarakan soal itu. (Kis 15:1-10_
Sila 5: Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. (Mat 20:1-16).


Dan gotong royong secara jelas muncul sebagai faktor maupun sebagai hasil dari implementasi sila-sila tersebut. Kita beruntung hidup di dalam negara di mana dasar ideologinya sangat dekat dengan ajaran Yesus sendiri. Oleh karena itu marilah kita mengamalkan Pancasila baik di dalam hati kita maupun di dalam praksis kehidupan kita. 

Tuesday, September 26, 2017

Meninggalkan Tuhan untuk Tuhan

Dimanakah Tuhan dapat ditemukan? Belakangan ini rasanya umat hanya menemukan Tuhan di tempat tidur, di ruang berdoa, di gereja dan di bank. Kok begitu? Soalnya sulit mendapatkan orang yang merespon ketika ditawari untuk berkarya untuk orang lain, bahkan ketika itu untuk umat gereja sendiri. Orang sekarang lebih suka berdoa pribadi dan mentransfer uang ke rekening ketimbang berlelah-lelah mencari domba yang hilang atau berkontak dengan umat agama lain untuk menjalin hubungan baik dan saling pengertian. Padahal makin kita menutup diri, rasa takut dan cemas makin merajalela, frustrasi dan keraguan makin membludak.

Bacaan pertama sangat relevan dengan kondisi umat Katolik yang saat ini minoritas di negara Indonesia. Bangsa Israel saat itu pun merupakan bangsa jajahan, minoritas, budak. Akan tetapi kasih Allah tidak habis-habisnya bagi mereka. Mereka dicintai oleh bangsa penjajah, bahkan mendapat kesempatan untuk mendirikan rumah Allah. Bangunan-bangunan gereja dimana kita berkumpul sekarang adalah juga hasil cinta Allah kepada para pejuang Katolik di masa lampau. Bangunan ini tidak didirikan hanya dengan mengirimkan uang, melainkan melalui negosiasi dan diskusi yang menghasilkan kasih dari umat yang mayoritas. Di dalam era yang rawan intoleransi ini seharusnya kita belajar lagi dari sesepuh-sesepuh kita yang percaya akan kasih setia Allah untuk melindungi umatNya.

Lebih lagi dalam bacaan Injil, Yesus memberikan �tenaga� dan �kuasa� pada para muridNya untuk mewartakan tanpa modal duniawi (tongkat, bekal, roti, uang). Tenaga dan kuasa yang sama juga diberikanNya pada kita untuk mewartakan Injil di sekeliling kita yang penuh dengan masyarakat yang tidak kenal dan percaya Kristus, serta mereka yang telah hilang dari persekutuan jemaat kita.


Hari ini pula adalah hari peringatan wajib St. Vinsensius de Paul, yang spiritualitasnya mendorong terbentuknya yayasan Vincentius yang menaungi beberapa panti asuhan di Jakarta. St. Vinsensius pernah menasihati suster-suster Puteri Kasih demikian: �Bila Suster terpaksa meninggalkan doa untuk melayani orang miskin, jangan cemas, karena itu berarti meninggalkan Tuhan untuk berjumpa lagi dengan Tuhan dalam diri orang miskin�. Ungkapan terakhir ini dapat diringkas: �Meninggalkan Tuhan untuk Tuhan.� Mari kita meninggalkan Tuhan yang kita temui di ruang pribadi kita, dan bertemu dengan Tuhan di masyarakat.


-----------
Rabu, 27 September 2017
PW S. Vinsensius de Paul, Imam
Rabu pekan biasa XXV
Bacaan 1: Ezr 9:5-9

Bacaan Injil: Luk 9:1-6

Monday, September 25, 2017

Ketika Iman adalah Pasti

Kenapa kita beriman? Blaise Pascal adalah seorang matematikawan yang hidup pada tahun 1600an dan terkenal dengan Segitiga Pascal yang dapat menghitung kombinasi kemungkinan yang muncul dari pelemparan dadu sampai kemenangan piala dunia. Pascal, lahir sebagai jenius matematika terutama dalam bidang probabilitas (kemungkinan-kemungkinan), akhirnya meninggalkan dunia itu dan menjadi biarawan. Ia meninggalkan suatu teori yang dikenal dengan nama Pascal�s Wager (Pertaruhan Pascal). Di sini ia bertanya apakah Tuhan itu ada, atau tidak ada. (Sumber: Against the Gods, The Remarkable Story of Risk oleh Peter L. Bernstein)

Pertama-tama dinyatakan bahwa kemungkinan bahwa Tuhan ada dan tidak ada adalah 50:50. Artinya kedua kemungkinan tersebut sama besarnya hanya karena kita tidak mampu untuk membuktikan secara lebih pasti antara ada tidaknya Tuhan. Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa kita percaya Tuhan ada dan tidak ada sama besarnya dengan melempar mata uang dan bertaruh akan keluar angka atau gambar. Namun Pascal tidak berhenti di situ. Ia menjelaskan bahwa konsekuensi dari pilihan itu berbeda jauh. Apabila kita percaya ada Tuhan, namun ternyata Tuhan itu tidak ada, maka kita hanya akan menemukan ketiadaan. Kematian hanya menjadi sekedar kematian, hilang dari dunia. Sebaliknya bila kita memilih tidak percaya, namun ternyata Tuhan itu ada, maka konsekuensinya adalah kita akan dibuang ke tempat di mana hanya ada kertak gigi. Oleh karena itu, sang ahli matematika memutuskan untuk melihat semua ilmu di dunia termasuk matematika yang pernah begitu dicintainya, menjadi hal yang sia-sia belaka, dan mengejar Tuhan di biara.

Alasan kita beriman dapat juga dijelaskan dengan teori opsi dalam dunia finansial. Opsi adalah instrumen di mana si pembeli opsi dapat membatasi kerugian dari investasinya sebesar harga opsi yang dibayarnya bila harga underlying assetnya jatuh, namun berpotensi mendapatkan keuntungan tak terhingga bila harga underlying assetnya naik. Sebuah opsi seharga Rp50.000 dibeli untuk menjual underlying asset berupa emas. Harga penjualan emas yang disepakati di opsi adalah Rp1.000.000.  Bila saat kontrak opsi selesai dan harga emas Rp800.000, maka pembeli opsi berhak menjual emas dengan harga Rp1.000.000, membuatnya tidak rugi apa-apa kecuali harga opsi semula yaitu Rp50.000. Sebaliknya bila saat kontrak selesai, harga emas sudah Rp1.200.000, ia bisa menjual emas dengan harga tersebut dan membuang kontrak opsinya.

Percaya pada Tuhan dan melakukan kehendaknya di dunia bisa seperti membeli kontrak opsi. Bila ternyata Tuhan ada dan Ia memberikan upah kepada yang percaya kepadaNyya, maka kita akan mendapat keuntungan yang tak terhingga, yaitu bersama denganNya di kerajaan kekal. Sebaliknya bila Tuhan ternyata tidak ada, maka kerugian kita hanyalah sementara, yaitu kerja keras di dunia.

Tentu saja ini adalah suatu alasan kuat untuk beriman, yaitu di mana ilmu tertinggi di dunia yaitu matematika, menunjukkan jalan benar kepada kita, yaitu: Percayalah kepada Tuhan. Namun matematika Tuhan masih lebih tinggi lagi daripada matematika kita. Ini ditunjukkan pada Mat 20:1-16a. Kata Yesus: �Hal Kerajaan Surga itu sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah sepakat dengan para pekerja mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya��Ambillah bagianmu dan pergilah! Aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu�. Atau iri hatikah engkau karena aku murah hati?�

Matematika Tuhan ini mungkin membingungkan bagi kita, terutama bagi yang biasa berbisnis dan berurusan dengan para pekerja. Tapi dalam hal matematika, hal ini dimungkinkan. Bila bekerja 1 jam diberi upah 1 dinar dan bekerja 2 jam diberi upah 2 dinar, maka 1 tidak sama dengan 2, betul kan? Salah. Lihat saja pembuktian di bawah ini:
?
Nah demikianlah Tuhan telah menunjukkan kepada kita bahwa Percaya padaNya adalah jalan yang paling menguntungkan dan perhitunganNya adalah benar adanya. Semuanya terbukti lewat matematika. Tuhan memberkati.

Sunday, September 24, 2017

Paulus yang Ingin Mati

Pernahkah Anda menghadapi suatu situasi di mana kematian menjadi alternatif yang lebih baik? Biasanya itu terjadi ketika ada kesedihan mendalam, kehilangan besar, atau kesulitan yang rasanya takkan terlampaui. Bagi orang beriman, mati menjadi alternatif yang lebih baik karena kita tahu setelah kematian ada kehidupan yang jauh lebih indah: kehidupan tanpa ratap tangis, di mana kita melihat Allah muka dengan muka. Tidakkah kehidupan setelah kematian itu lebih menjanjikan daripada kehidupan di dunia ini?

Paulus juga pada suatu waktu merasakan hal tersebut, di mana kematian merupakan keuntungan (Flp 1:20c-24,27). Terjadi konflik di dalam batinnya karena sementara hidup adalah Kristus, namun mati adalah keuntungan. Artinya sama saja antara mati maupun hidup. Bahkan lebih lagi, menurutnya mati dan kemudian berdiam dengan Kristus adalah pilihan yang lebih baik. Lalu apa yang membuatnya tetap tabah di dunia? Karena ia melihat bahwa kehidupannya berguna bagi orang lain: "...tetapi demi kamu lebih berguna aku tinggal di dunia ini."

Maka dapat disimpulkan bahwa bila kita masih diberi kehidupan, maka artinya kita masih bisa menjadi keuntungan bagi orang lain. Bila kita sedang merenungi nikmatnya kematian, maka ingatlah bahwa kehidupan kita adalah berkat bagi orang lain. Jangan putus asa. Rasa kehilangan akan pupus karena kita tahu tak ada yang hilang di dalam Tuhan. Kesedihan akan lenyap karena kita tahu dalam Tuhan hanya ada sukacita. Namun hiduplah untuk orang lain sampai nanti kematian menjemput kita.

Seorang bijak mengatakan: bagaimana orang hidup tampak dari kematiannya. Ketika banyak orang menangisi kepergiannya, maka kita tahu bahwa orang itu hidup untuk orang lain. Demikianlah kita harus hidup seperti itu.

Wednesday, September 20, 2017

Mazmur 145: 1-8 | Perayaan tanpa batas



Bacaan Firman Tuhan: Mazmur 145: 1-8
Aku hendak mengagungkan Engkau, ya Allahku, ya Raja, dan aku hendak memuji nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya. Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya. Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga

Kedalaman pengenalan kita kepada Tuhan akan membawa pujian yang tiada hentinya sepanjang masa. Tidak mengenal situasi dan kondisi yang sedang terjadi, nama Tuhan patutlah di agungkan dan di muliakan.

Pemazmur ingin mengarahkan pandangan kita pada kebesaran Tuhan, sifat dan perbuatan Tuhan yang hakiki nyata atas kehidupan ini. Dalam ayat 8 dengan tegas di katakan bahwa �TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya.� Dan dalam perbuatanNya, Tuhan berkarya dengan: �KebesaranNya tidak terduga� dan �perbuatanNya yang ajaib�.

Kebesaran Tuhan yang dinyatakan dalam Mazmur ini bukanlah hanya bersifat moral, tetapi kebesaran Tuhan itu adalah benar-benar dinyatakanNya dan dapat di rasakan oleh manusia. Kebesaran dan keagungan Tuhan itu bahkan dinyatakanNya melampaui kelemahan manusia untuk memahami kebesaran Tuhan. Hal inilah yang tampak melalui perbuatan Tuhan yang besar di dalam Yesus Kristus yang menyatakan diriNya pada manusia.

Sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk mempertanyakan kasih dan kebesaran Tuhan dalam kehidupan ini. Allah yang agung itu nyata dalam hidup ini, dan bahkan bersemayam dalam diri kita. Allah yang kasih dan perkasa itu di dalam diri kita. Dan iman adalah satu-satunya jalan bagi kita melihat dan merasakan kebesaran dan keagungan Tuhan itu.

Setiap saat kita ada bersama dengan kebesaran Tuhan yang ajaib dan yang tidak dapat kita duga perbuatan dan kebajikanNya. Entah seperti apapun kehidupan yang sedang kita jalani, Tuhan tetaplah yang terbesar dalam kehidupan kita. Pergumulan apapun yang sedang kita hadapi tidak akan pernah lebih besar dari Tuhan yang mengasihi dan yang menjadikan kita.

Sepanjang apapun jalan yang akan kita tempuh dalam hidup ini, selama Tuhan memberikan hari-hari hidup di dunia ini, biarlah kebesaran Tuhan yang melingkupi hidup kita. Dengan tetap berpegang pada pengharapan bahwa kita sedang berjalan menuju keselamatan yang abadi. Maka bukan lagi ketakutan yang menguasai hidup kita, tetapi Tuhan yang berkuasa atas segala sesuatu.

Setiap hari yang kita jalani adalah perayaan sorak sorai yang memuji kebesaran Tuhan. Kita merayakan kebesaran Tuhan di setiap hari yang kita jalani. Perayaan yang akan mengalahkan dan melenyapkan ketakutan, kekawatiran, penderitaan.

Kehidupan yang sedang kita lalui bukanlah perjalanan yang sedang mencari arah dan tujuan hidup, tetapi sedang menjalani kehidupan yang penuh dengan kepastian, kita bukan sedang mencari Tuhan tetapi sedang berjalan bersama Tuhan. Rasul Paulus dalam suratnya di Filipi 1: 21 memberikan suatu prinsip kepastian tentang hidup yang sedang dan yang akan kita lalui �Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan�.

Tuesday, September 19, 2017

Semak Duri yang Menghasilkan Mawar

Alphonse Karr pernah menulis: Mari kita berusaha melihat dari sisi baiknya. Kamu mengeluh karena melihat semak mawar yang berduri. Aku bersyukur pada Tuhan bahwa semak duri itu menghasilkan mawar.

Bergelut dan melayani anak-anak remaja membuatku merasa bahwa mereka kurang dimengerti, kurang diapresiasi, dan kurang dilihat sisi positifnya. Memang tidak dapat disalahkan juga orangtuanya yang mungkin sudah lelah sehabis bekerja, dan kesulitan mereka untuk mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan dan inginkan. Kesalahpahaman ini bukan hanya milik orang jaman sekarang namun juga dari jaman ke jaman. Banyak anak-anak dicap �nakal�, �kurang bertanggungjawab�, �kurang disiplin�, �tak bisa diatur�, �tak tahu berterimakasih�, dan seringkali itu benar. Sayangnya orang-orang dewasa ini menjadi terpaku dengan kata-kata itu tanpa melihat potensi mereka, usaha perubahan yang telah mereka lakukan, niat mereka yang tulus walaupun caranya salah. Menjadi pelayan bagi anak-anak remaja ini sangatlah menyenangkan karena kita bisa bersyukur pada Allah ketika melihat mereka berubah dari remaja menjadi orang Katolik yang baik. Dan terkadang perubahan itu begitu total, seperti mawar yang tumbuh dari semak berduri.


Manusia selalu suka mengkritik dan jarang puas dengan apa yang dimilikinya. Dalam bacaan Injil Yesus mengingatkan agar kita menerima hikmat apapun bentuknya, karena hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya. Bila kita terus mengkritik, maka kita tidak akan pernah menerima hikmat. Hikmat muncul ketika kita mampu untuk menerima perbedaan. Thomas a Kempis menulis  dalam buku Mengikuti Jejak Kristus: �bersabarlah dengan kekurangan-kekurangan orang lain karena orang-orang lain pun harus bersabar menanggung kekurangan-kekurangan kita yang sangat banyak.�


-------------------
Rabu, 20 September 2017
Peringatan Wajib St Andreas Kim Taegon, Paulus Chong Hasang
Bacaan 1: 1Tim. 3:14-16
MT: Mzm. 111:1-2,3-4,5-6
Bacaan Injil: Luk. 7:31-35

warna liturgi Merah

Sunday, September 17, 2017

Filipi 1: 21-30 | Hidup Bagi Kristus

Bacaan Firman Tuhan: Filipi 1: 21-30
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diambersama-sama dengan Kristus -- itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu.

Dalam surat Paulus kepada Jemaat Filipi ini kita akan menemukan bagaimana sukacita yang terpancar dari Paulus. Sekalipun Paulus di penjara namun hal itu tidaklah menghambat sukacitanya yang besar, terlebih jika dia mengingat bagaimana perkembangan Injil yang baik di Filipi.

Sehingga surat Paulus kepada jemaat Filipi ini menjadi motivasi kepada jemaat. Bahwa sekalipun tekanan dan penderitaan itu datang karena kepercayaan mereka tidak akan menghambat pancaran sukacita dan semangat menjalani kehidupan.

Dalam pembahasan nas kita ini lebih dalam kita akan menemukan alasan yang kuat mengapa Paulus dan bagi kita juga untuk tetap dapat bersukacita ketika menghadapi tekanan dan pergumulan hidup? Jawaban hanya satu, yaitu �karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan�.

Paulus memberikan penjelasannya, bahwa dirinya terhimpit oleh dilema yang merupakan kerinduannya yang terdalam, yaitu:
1. Kerinduannya ingin �secepatnya� untuk diam bersama-sama dengan Kristus. Adalah jauh lebih baik jika dia secepatnya untuk pergi mendapatkan Tuhan yang di rindukannya. Namun,
2.  Dia juga mengharapkan jika boleh hidup lebih lama lagi, supaya buah pelayanannya semakin banyak lagi, jika semakin banyak lagi orang-orang seperti jemaat Filipi ini di terangi oleh Injil Kristus.

Namun, bagaimanapun keinginan itu semuanya berpulang kepada Tuhan. Hidup kita ada di tangan Tuhan. Jika kita mati maka itulah adalah baik maka kita dapat bersama dengan Tuhan berjumpa �muka dengan muka� yang kita sembah selama ini di dunia. Tetapi, jika Tuhan masih memberikan kesempatan untuk hidup, itu berarti Tuhan masih mengharapkan ada buah iman kita nyata dalam kehidupan di dunia ini.

Maka, kita sudah dapat menemukan jawaban mengapa sukacita itu terpancar, sekalipun penderitaan dan pergumulan itu menerpa kehidupan kita bahwa tidak ada lagi yang namanya ketakutan. Jika Kristus hidup dalam diri kita, maka tidak ada lagi ketakutan. �Kita tidak menakuti kematian karena semakin cepat kita bersama dengan Tuhan sumber sukacita yang kekal, Kita juga tidak akan ketakutan menghadapi kehidupan dalam hidup ini karena Kristus hidup dalam diri kita�. Sebagaimana Paulus menuliskan dalam Roma 14: 9 �Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan�.


Sehingga jika dalam doa dan permohonan kita untuk umur yang panjang dalam kehidupan kita di dunia ini, itu artinya kita memohon Tuhan memberikan kesempatan supaya kita memperlihatkan buah iman kita di dunia ini bukan karena kita takut mati.  


Tuesday, September 12, 2017

Si Mulut Emas

St. Yohanes Krisostomus adalah salah satu bapa gereja yang dihormati karena khotbah-khotbahnya, sampai-sampai ia dijuluki si Mulut Emas. Ia sangat disukai di Antiokhia, namun dipaksa untuk menerima jabatan uskup Konstatinopel yang membuatnya berada dalam posisi berbahaya. Sebagai seorang Uskup Agung, St. Yohanes  mengasihi semua orang dan berusaha merangkul semua kalangan. Walau demikian ia tidak pernah kehilangan ketegasannya. Ia tidak pernah ragu untuk menegur mereka yang berbuat salah;  bahkan ratu sekalipun.  Sebuah tegurannya kepada Ratu  Eudoxia, istri dari Kaisar Arcadius, karena gaya hidup yang amat mewah dan sangat boros membuat ratu membencinya. Ratu lalu bekerjasama dengan orang-orang yang memusuhi sang uskup agung sehingga ia kemudian dijatuhi hukuman pengasingan dan diusir dari Konstantinopel pada tahun 403 dan sekali lagi pada tahun 407. Dalam perjalanannya menuju ke tempat pembuangan kedua, ia wafat karena sakit.

St. Yohanes Krisostomus sungguh mempraktekkan ajaran St. Paulus dalam bacaan pertama yaitu �Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi,� serta selalu memperhatikan Sabda Bahagia Yesus sendiri dalam bacaan Injil. Ini semua tampak dari caranya yang tak pernah gentar dalam menghadapi bahaya, melainkan terus berkhotbah dan  membenahi praktek-praktek tak benar.

Mari kita teladani cara hidup St. Yohanes Krisostomus yang selalu takut pada Tuhan dan tidak takut pada dunia.


--------------
Rabu, 13 September 2017
Peringatan Wajib: St. Yohanes Krisostomos
Bacaan 1: Kol. 3:1-11
MT: Mzm. 145:2-3,10-11,12-13ab
Bacaan Injil; Luk. 6:20-26

warna liturgi: Putih

Monday, September 11, 2017

Jujur

Ada 4 mahasiswa telat ikut ujian. Krn bingung kesiangan, mrk kompak sepakat saat memberi alasan sama saat dosen bertanya, dengan harapan dosen percaya dan berbaik hati dan mereka diberi kesempatan ujian susulan. Demikian kata mereka:
Mahasiswa A: pak, maaf kami terlambat
Mahasiswa B: iy pak, kami berempat naik angkot yangsama dan bannya meletus
Mahasiswa C: kami kasihan dengan sopir tersebut, jadi kami bantu dia pasang ban baru.
Mahasiswa D: oleh karena itu kami mohon kebaikan dan kemurahhatian bapak agar kami diperbolehkan ujian susulan.

Dosen berpikir sejenak, dan akhirnya keempatnya diijinkan ikut ujian tapi dalam 4 ruang yang berbeda. Ahhh mungkin biar kita tidak nyontek pikir mahasiswa itu.  Soal pertama dengan bobot nilai 10, dapat mereka kerjakan dengan senyum gembira. Tetapi... untuk soal nomor 2 dengan bobot nilai 90  membuat mereka keringat dingin bercucuran, karena soal kedua begitu jelas menguji kejujuran mereka:
"Kemarin, ban angkot sebelah mana yang meletus?".

Sebagai orang yang pertama kali mendengar cerita ini, mungkin anda tertawa atau tersenyum mendengar cerita ini. Tetapi sesungguhnya pertanyaan tentang kejujuran sering kita hadapi juga. Demikian juga Simon Petrus, mengalami hal yang sama ketika kejujurannya dipertanyakan Yesus yang notabene adalah gurunya sendiri. Mahasiswa-mahasiswa tadi memang tidak diragukan mereka paham ilmu yang diajarkan oleh sang dosen. Tapi soal kejujuran sang dosen meragukannya. Dosen tadi mungkin sekedar mengira-ngira bahwa mahasiswanya tidak jujur, tetapi dalam kisah Yoh 21: 15-19 Yesus bukan lagi mengira-ngira, Ia sungguh tahu apa yang ada di hati Simon, sampai akhirnya Simon menyadari makna pertanyaan Yesus tersebut.

Mengapa Yesus perlu bertanya sampai berulang-ulang kepada Simon "Apakah engkau mengasihi Aku?� Bukankah Simon Petrus adalah seorang murid beriman yang mengasihi Yesus? Yang waktu malam perjamuan sebelum Yesus ditangkap dengan berani berikrar "Tuhan aku bersedia masuk penjara atau mati bersama Engkau?" dan waktu Yesus ditangkap, ia berani memotong telinga hamba Imam besar? Apakah masih ada yang kurang dalam dirinya? Adakah yang salah dengan penghayatan akan iman dan kasihnya?

Ya, Yesus melihat apa yang dilakukan Simon bukanlah pemahaman kasih yang sesungguhnya, karena dalam diri sang murid ada harapan-harapan yang juga sering kita tiru tanpa sadar, yaitu nama besar, kepopuleran, selalu jadi yg utama, kesombongan, ingin menonjol. Yesus tidak suka itu semua karena semua itu adalah sumber kesombongan, sumber kehancuran seorang pelayan Tuhan. Dan itu terbukti sampai ketika ayam jago berkokok menyadarkan dia kembali.
Pertanyaan pada Simon adalah upaya pembaharuan iman dan kasih muridnya tersebut sebagai dasar motivasi mengasihi yang benar.

Bila kita amati baik-baik motivasi yang keliru yang dipandang Yesus sebagai batu sandungan pelayanannya adalah:

1. Sikap pamrih tentang siapa yang terbesar yang dilontarkan murid-muridNya yang dengan lantang mengatakan "Aku bersedia masuk penjara dan mati bersama Engkau" sebagai pembuktian. Kalimat itu dalam bayangannya akan membuka peluang tempat dan kedudukan. Itu tak disukai Yesus.

2. Kasih yang dilakukan karena prestise, demi gengsi, martabat, nama baik. Yesus sudah tahu, bahwa sejak saat Simon Petrus mengatakan "Biarpun semua org terguncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.�  Padahal semua akhirnya terbukti ketika dia menyangkal sebelum ayam berkokok.

 "Simon  anak Yohanes, apakah Engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka?
Ini adalah pertanyaan yang mengarah supaya Petrus melepaskan penonjolan dirinya di antara murid lainnya, untuk kembali pada pembaharuan iman kasihnya.

Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi aku? (Tanpa kalimat: "lebih dr pd mereka ini?), dengan cara lebih lunak Yesus bertanya. Dan itu menyadarkan Petrus, menyengat dia untuk lebih rendah hati.   Kehalusan kata telah merobek kesombongannya.

 Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku? Pertanyaan ke-3 meminta kejujurannya bahwa iman dan kasih adalah 2 hal yang harus dipertanggungjawabkan karena kelak akan menerima konsekwensinya. Meluruskan motivasi dan kesadaran akan pelayanannya. Dan akhirnya ia berani menjawab: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau".  Sikap baru yang rendah hati yang juga harus dimiliki oleh kita semua sebagai pelayan Tuhan, sebagai teladan penggembalaan. Sikap yg penuh kasih, jujur setia dalam iman kasih pelayanan.

Tuhan memberkati.

Wednesday, September 6, 2017

Roma 12: 9-21 | Jati Diri Umat Allah



Bacaan Firman Tuhan: Roma 12: 9-21

Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai! Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!


Ada sebuah cerita rakyat yang mengajarkan tentang falsafah kehidupan, yaitu kisah tentang seekor anak elang yang dibesarkan oleh induk ayam. Dalam kisah itu di ceritakan ketika seekor induk ayam akan mengeramkan telurnya. Petani pemilik ayam tersebut menyelipkan satu buah telur elang. Singkat cerita, telur yang dieramkan oleh induk ayam itu menetas semuanya termasuk telur elang yang diselipkan petani tadi. Anak elang itu hidup bersama dengan ayam, makan makanan ayam, bermain bersama anak ayam yang lain, mengais tanah. Hingga suatu ketika anak elang itu sudah mulai besar dia melihat ada burung yang terbang di atas langit. Si elang dalam hatinya berkata �alangkah hebatnya binatang itu dapat terbang di atas langit, seandainya aku bisa terbang seperti itu�. Dan si elang bertanya pada induk ayam: �Binatang apakah itu yang terbang di langit?� dan induk ayam menjawab, �itu adalah burung yang menguasai langit, mereka di takdirkan untuk terbang di atas langit sementara kita di takdirkan untuk hidup di bawah langit mengais tanah�. Si elang pun menerima kenyataan hidupnya sebagai seekor ayam yang dari kecil telah hidup bersama perilaku dan kebiasaan sebagai ayam, bahkan si elang sampai mati tetaplah menjadi seekor ayam.

1.  Secara lahiriah anak elang tersebut tetaplah elang, namun karena di besarkan bersama ayam, berperilaku seperti ayam, maka pola pikir dan kebiasaannya pun seperti ayam.
2.      Suatu kesalahan jika dilakukan secara berulang-ulang dapat menjadi suatu kebenaran umum.
3.    Suatu kesalahan dapat menjadi kebenaran ketika sudah di anggap kebiasaan umum.
4.      Kita bisa menjadi orang yang di benci karena perkataan atau perbuatan kita berbeda dari kebiasaan orang di lingkungan kita, padahal kita mengetahui bahwa yang kita perbuat itu adalah benar.
5.      Kita dapat melakukan suatu pekerjaan yang sebenarnya kita tidak mengerti mengapa hal itu kita perbuat, namun kita melakukannya karena sudah menjadi kebiasaan umum.

Kehidupan yang telah di kuasai dosa telah mengarahkan kehidupan manusia untuk menganggap bahwa perbuatan dosa menjadi suatu kebenaran. Dosa yang telah mendarah daging dalam kehidupan manusia. Itulah sebabnya Tuhan Yesus di tolak ketika menyatakan kebenaran yang dating dari sorga. Ketika Yesus memperlihatkan dan mengajarkan kasih, maka dunia menganggap itu adalah suatu kebodohan.

Ketika Yesus menubuatkan tentang penderitaanNya, Petrus menegur Yesus dan mengatakan �Sekali-kali itu tidak akan menimpa Engkau�namun Yesus balik menegurnya dengan keras �Enyahlah iblis, engkau bukan memikirkan apa yang di pikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia�

Dalam kehidupan manusia yang berdosa, menerima hormat, meninggikan diri, permusuhan membenci musuh, pembalasan, mementingkan diri sendiri sudah menjadi kebiasaan, dan kebiasaan itu telah di anggap menjadi suatu kebenaran. Pembalasan, membenci musuh telah menjadi suatu kewajaran untuk dilakukan.

Hal inilah yang hendak di ubah oleh Tuhan Yesus, supaya kita bertobat dari kehidupan kita yang lama, bahwa kita sebenarnya adalah anak-anak Allah bukan anak-anak Iblis. Sehingga patutlah kita merenungkan, sudah berapa lama kita hidup bersama dengan iblis, maka minum bersamanya, meniru perilakunya sampai dengan menerima pengajarannya yang sesat hingga kita lupa akan diri kita yang sebenarnya. Apakah kita sampai mati akan menjadi anak-anak iblis? Seperti cerita di atas tadi anak elang hingga akhir hidupnya tetap menjadi seekor ayam.

Apa yang di tuliskan oleh Rasul Paulus dalam nas khotbah kita ini sebenarnya bukan lagi untuk di terangkan dengan detail, ini hanya perlu untuk kita lakukan dan praktekkan. Namun hal yang utama yang hendak di sampaikan nas ini bahwa itulah perilaku, jati diri dan pola hidup manusia yang sebenarnya. Seperti itulah manusia yang di bentuk dan dijadikan oleh Allah dari mulanya. Ketika kita mau menghidupi cara hidup dan jati diri kita yang sebenarnya sebagai manusia, maka disitu juga kita akan menemukan dan menikmati hidup kita yang sebenarnya sebagai manusia. Tuhan Yesus telah mengajarkan dan memperlihatkan pada kita bagaimana manusia dengan cara hidup dan pola piker dan hidup yang benar, hanya dengan itulah kita berbahagia dalam hidup ini.

Ketika kita ingin menerima pembaharuan hidup memang bukanlah hal yang mudah. Ketika kita sulit untuk mengasihi musuh, disitulah seharunya kita sadar bahwa kuasa iblis sudah mendarah daging dalam hidup kita. Ketika kita ingin mencari nama, hormat, kita berbuat sesuatu supaya di lihat orang lain, di puji dan di sanjung, di situlah kita harus tersadar bahwa kita sudah jauh di seret-seret oleh iblis. Ketika kita putus asa, hilang harapan dalam menghadapi pergumulan hidup kita, kita harus sadar bahwa iblis sudah hendak memusnahkan kita seperti berada di tepi jurang kematian.

Melalui firman Tuhan yang di tuliskan oleh Rasul Paulus ini, kita di ajak untuk mau di ajar, di bimbing oleh Tuhan untuk menjadi diri kita yang sebenarnya. Yaitu manusia yang di cipta menurut rupa dan gambar Allah yang sebenarnya. Hidupalah di dalam kasih, sebagaimana Allah adalah kasih, maka disitulah kita akan menemukan kebahagiaan hidup kita.

Tags