Latest News

Tuesday, August 1, 2017

Menyinarkan Cahaya Allah

Bila sering membaca buku, buku apa saja, tentu sering diceritakan bahwa ada saatnya wajah orang bercahaya, bersinar-sinar, atau berbinar-binar. Sering kali kondisi ini disandingkan dengan saat ketika orang tersebut bahagia, mendapatkan sesuatu yang tak diduga-duga atau yang sudah lama didambakan, atau setelah bertapa (biasanya ini kalau di buku silat jaman dulu). Tentu para pembaca tidak menanggapi ini secara harafiah sehingga menaruh orang tersebut di dalam ruang gelap untuk menguji apakah sungguh ia bercahaya seperti lampu atau lilin. Tapi hal ini untuk menggambarkan ada sesuatu pada dirinya yang berbeda dan mempengaruhi orang-orang di sekitarnya. Pengaruh itu dapat begitu hebatnya sehingga ada orang yang menjadi ikut sukacita, tapi ada pula yang kemudian menjadi takut.

Inilah yang terjadi pada Musa ketika ia habis berbicara dengan Allah. Di dalam dirinya terdapat suatu perbedaan yang sungguh dapat dirasakan oleh orang-orang sekitarnya, walaupun Musa sendiri tidak menyadari hal itu. Dan ketika ia menyadarinya, ia berusaha menyelubunginya supaya orang tidak takut dan lalu gagal fokus terhadap pesan yang ingin disampaikannya. Tapi mengapa wajah Musa bersinar-sinar setelah ia berbicara dengan Tuhan? Tidak lain tidak bukan karena Tuhan adalah sumber kebahagiaan dan sumber cahaya, jauh melebihi emas, mutiara, bahkan harta terpendam. Kebahagiaan dari Allah terpancar dari diri Musa. Musa memandang kedekatan dengan Allah lebih daripada harta, dan oleh karenanya ia dianugerahi kedekatan dengan Allah yang tak seorangpun nikmati Bila kita tidak berdosa, maka kita akan ikut bahagia karena pancaran itu. Tapi karena orang Israel merasa berdosa, maka mereka merasa takut.

Sebaliknya sering pula kita membaca bahwa ada orang-orang yang memancarkan kegelapan. Semua orang yang mendekatinya merasa takut, gelisah, gemetar. Berbicara dengannya memberikan tekanan tersendiri bagi orang-orang lain. Biasanya orang-orang ini digambarkan sebagai orang-orang jahat, mereka yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan diri sendiri dan bahkan untuk kematian banyak orang.


Menjadi orang seperti apakah yang aku dan kamu inginkan? Apakah menjadi orang yang memancarkan cahaya dan kebahagiaan pada orang lain, atau memancarkan ketakutan? Bila yang pertama yang dipilih, maka berbuatlah seperti Musa, memandang bahwa kedekatan dengan Allah lebih indah daripada harta terpendam dan mutiara, selalu berusaha mendekat pada Allah dalam doa dan mendengarkan pesanNya dengan baik. Semoga kita pun memancarkan cahaya yang dianugerahkan Allah pada setiap anakNya.

------------
Bacaan Liturgi 02 Agustus 2017
Rabu Pekan Biasa XVII
PF S. Eusebius Vercelli, Uskup
Bacaan Pertama: Kel 34:29-35

Bacaan Injil: Mat  13:44-46

No comments:

Post a Comment

Tags