Latest News

Tuesday, July 25, 2017

St. Anna & St. Yoakim, Teladan Kesetiaan dan Harapan

Anna dan Yoakim adalah orangtua kandung Santa Perawan Maria. Keduanya dikenal sebagai keturunan raja Daud yang setia menjalankan kewajiban-kewajiban agamanya serta dengan ikhlas mengasihi dan mengabdi Allah dan sesamanya. Oleh karena itu keduanya layak di hadapan Allah untuk turut serta dalam karya keselamatan Allah. Dalam buku-buku umat Kristen abad ke-2, nama ibu Anna sangat harum. Sejak perkawinannya dengan Yoakim, Anna tak henti-hentinya mengharapkan karunia Tuhan berupa seorang anak. Setiap tahun, Anna bersama Yoakim suaminya berziarah ke Bait Allah Yerusalem untuk berdoa. Ia berjanji, kalau Tuhan menganugerahkan anak kepadanya, maka anak itu akan dipersembahkan kembali kepada Tuhan. Pada suatu hari malaekat Tuhan mengunjungi Anna yang sudah lanjut usia itu membawa warta gembira ini: �Tuhan berkenan mendengarkan doa ibu! Ibu akan melahirkan seorang anak perempuan, yang akan membawa suka cita besar bagi seluruh dunia!� Setelah genap waktunya, lahirlah seorang anak wanita yang manis, Maria. Kelahiran Maria menyemarakkan bahkan menyucikan kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Ibu Anna dihormati sebagai pelindung kaum ibu, khususnya yang sedang hamil dan sibuk mengurus keluarganya. Orang-orang Yunani mendirikan sebuah basilika khusus di Konstantinopel pada tahun 550 untuk menghormati ibu Anna. Nama Yoakim dan Anna sungguh sesuai dengan maksud pilihan Allah. Yoakim berarti �Persiapan bagi Tuhan�, sedangkan Anna berarti �Rahmat atau Karunia�.

Apa yang dapat dipetik dari kisah hidup Santa Anna dan Santo Yoakim? Bahwa kesetiaan dan harapan mereka kepada Tuhan tidak berkesudahan. Bukan kekayaan dan jabatan yang membuat mereka dikenal sepanjang masa dan di seluruh dunia. Melainkan bahwa Allah telah menjawab kesetiaan dan harapan mereka dengan berlimpah-limpah. Kita juga percaya bahwa mereka �menularkan� kesetiaan dan harapan itu kepada putri mereka, Maria, sehingga Maria mampu menjawab dengan penuh iman: �Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu.� Sungguh benar kata Yesus bin Sirakh, bahwa inilah warisan yang terbesar yang dapat diberikan kepada semua orang di dunia ini sepanjang segala masa.


Kita hidup pada era keselamatan, di mana harapan telah diberikan kepada kita secara berlimpah melalui kebangkitan Yesus. Era ini dinanti oleh nenek moyang kita dengan penuh iman dan harapan, namun mereka belum menikmatinya. Kita pun dituntut kesetiaan dan harapan sampai masa Yesus datang untuk kedua kalinya. Mampukah kita setia kepadaNya? Akankah Ia menemukan kita masih setia padaNya ketika Ia datang?

--------------------------
Bacaan Liturgi 26 Juli 2017
Rabu Pekan Biasa XVI
PW S. Yoakim dan Ana, Orangtua SP Maria
Bacaan Pertama: Sir 44:1.10-15
Bacaan Injil: Mat 13:16-17


Friday, July 21, 2017

Mempunyai Iman yang Tidak Bocor

Ketika berjalan-jalan ke Medan, kami masuk ke dalam rumah-rumah tradisional beratap ijuk. Rumah tradisional selalu memiliki dapur di dalam rumah. Tujuannya agar keluarga penghuni rumah merasa tetap hangat karena panasnya api. Tapi ternyata ada satu keuntungan lagi memiliki dapur di dalam rumah, yaitu untuk memperkuat atap rumah. Ijuk yang dilapisi oleh jelaga dapur hasil perapian, bukannya terbakar karena panas, melainkan terlapisi sehingga atap tidak bocor. Celah-celah yang ada karena bahan ijuk tertutupi oleh jelaga yang �waterproof� (tahan air). Makin tua rumah itu dan sering dipakai dapurnya maka makin kuat pula atapnya.

Iman kita pun seperti itu. Tambah sering kita mendengarkan Sabda Allah, maka makin kuat dan tidak bocor pula iman kita. Sabda Allah itu hangat dan terang seperti perapian yang menghasilkan jelaga yang lengket dan mengikat. Bila tiap hari kita dihangatkan oleh Sabda Allah, maka hujan pencobaan yang kita hadapi tidak akan berhasil menembus dan merusak diri kita.

Mari, kita menyimpan sabda Allah dalam hati yang baik dan tulus ikhlas, dan menghasilkan buah dalam ketekunan.
-------------------
Kel 20:1-17
Mat 13:18-23

Jangan jadi orang Farisi

Pertanyaan seorang yang telah membaca Kitab Suci biasanya adalah: apakah Allah adalah Allah yang kejam? Pertanyaan itu sering kali disimpan dalam hati karena kuatir dengan jawabannya. Namun pada hari ini kita dapat memastikan bahwa Allah kita bukanlah Allah yang kejam. Hukum-hukumNya adalah hukum yang mengingatkan kita pada kasihNya yang luar biasa. Hari ini kita membaca tentang Hukum Hari Sabat, tepatnya mengapa ada hukum tersebut dan bagaimana penerapannya.

Hari Sabat diperingati sebagai hari di mana Allah membebaskan umatNya sebagai tanda cinta kasihNya. Allah ingin agar Hari Sabat menjadi hari khusus di mana kita semua mengingat DiriNya yang maha kasih. Tapi apa yang terjadi? Manusia menjadikan hari Sabat sebagai hari untuk menghukum, alasan untuk melakukan kekejaman terhadap manusia lainnya. Karenanya ketika murid-murid Yesus yang kelaparan makan gandum, orang-orang Farisi segera mmenegur Yesus dengan harapan mereka melihat Yesus menghukum para muridNya.

Apakah kita juga seperti orang-orang Farisi? Ingatkah saat kita berharap teman yang mencontek akan ketahuan guru, padahal kita bisa mengingatkannya untuk mencontek? Atau sahabat yang berbohong kita gosipkan supaya orang yang dibohonginya tahu dan membalas? Atau ketika kita tahu pasangan kita selingkuh dan diam-diam membalas dendam dengan pura-pura suka pada orang lain supaya pasangan kita ikut �merasakan sakit� yang kita rasakan? Bukankah pada semuanya ini lebih baik kita menunjukkan cinta kasih dengan menegur, menasihati, dan membalas dengan cinta kasih?

Mari kita tidak bertindak lagi seperti orang Farisi yang menginginkan hukuman bagi orang lain dengan mengatasnamakan hukum Tuhan. Mari kita seperti Yesus yang menginginkan belas kasihan untuk semua orang.
---------------------------
Kel 11:10-12:14
Mat  12:1-8

Wednesday, July 19, 2017

Mazmur 86:11-17 | Tetap tenang dalam Pergumulan



Bacaan Firman Tuhan: Mazmur 86: 11-17
Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya TUHAN, supaya aku hidup menurut kebenaran-Mu; bulatkanlah hatiku untuk takut akan nama-Mu


Sebagaimana perumpamaan Tuhan Yesus tentang gandum dan lalang yang tumbuh bersama, dikatakan dalam perumpamaan itu, �biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai�. Pada waktunya akan terlihat mana gandum dan mana pula lalang yang akan di bakar (Matius 13: 24-30, 36-43). Pengertian yang hendak kita petik dari perumpaan itu, bahwa selama kita hidup selalu akan ada yang menghimpit hidup kita ini. Bisa itu datang dari orang yang membenci kita, maupun ada yang tidak menyukai keberadaan kita sebagai seorang Kristen, bisa pula kita dihimpit oleh berbagai macam kesusahaan mulai dari masalah keluarga, anak, ekonomi, pekerjaan dan sebagainya.

Seperti itu juga yang dapat kita lihat dalam Mazmur ini, ketika pemazmur menghadapi kesusahan oleh sebab orang-orang yang hendak mencabut nyawanya. Dia dihimpit keadaan yang sangat berat dari orang sombong, angkuh dan yang tidak memperdulikan Tuhan (ay. 14). Namun demikian kita dapat melihat bagaimana pemazmur memiliki ketenangan sebab imannya kepada kasih setia Tuhan.

Dari pengalaman pemazmur ini, kita diteguhkan dengan mendapatkan pelajaran yang berharga, yakni bagaimana kita tetap dapat bertahan sekalipun himpitan yang begitu berat terjadi dalam hidup kita. Bagaimana kita tetap mempertahankan jati diri kita sebagai �gandum� diantara himpitan �lalang�.

1.      Memohon agar Tuhan memberikan pengajaran dan tuntunanNya
Inilah yang pertama yang diminta oleh pemazmur, yaitu supaya Tuhan menunjukkan jalanNya dan juga membulatkan hatinya (ay.11).

Seberat apapun penderitaan itu, semua dapat dilalui dan di atasi jika Tuhan yang menuntun kita. Namun tuntunan Tuhan hanya dapat kita peroleh jika kita benar-benar membulatkan hati untuk mempercayai kasih setia Tuhan. Sebab tidak akan mungkin kita bisa mendapatkan tuntunan Tuhan jika kita mendua hati kepada Tuhan dan juga kepada alternatif-alternatif lain di luar Tuhan. Itulah sebabnya Firman Tuhan mengatakan �Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya� (Yakobus 1:8). 

Selama kita tidak menyatukan hati dalam meminta pertolongan Tuhan, maka selama itu kita akan tetap gamang dan terus dilingkupi rasa kawatir dan ketakutan. Namun dengan menyatukan hati  untuk percaya penuh pertolongan Tuhan, maka akan ada ketenangan menghadapi setiap persoalan yang datang.

2.      Mengimani persekutuan yang intim dengan Allah   
Kemudian pemazmur juga memperlihatkan pada kita bagaimana hubungannya dengan Tuhan yang begitu intim. Pemazmur mengenal seperti apa Tuhan itu, dan Tuhan juga diimaninya sangat mengenal siapa dirinya. Pemazmur memberikan gambaran tentang pengenalannya kepada Tuhan sebagai seorang hamba, dan Tuhan mengenalnya seperti seorang ibu terhadap anaknya (ay.16 BIS).

Jika demikian intimnya hubungan dengan Tuhan apa yang tidak mungkin, semua pasti dapat teratasi dan dapat kita hadapi. Jika kita memelihara hubungan yang baik dengan Tuhan, maka itu adalah kekuatan, pengaharapan, dan keyakinan kita bahwa kasih setia Tuhan tidak akan pernah jauh dari hidup kita. Itulah sebabnya jika Rasul Paulus menuliskan �Bahwa dalam persekutuanmu dengan Tuhan, jerih payahmu tidak sia-sia� (1 Korintus 15:58). 

Dari sini dapatlah kita mengerti bahwa dengan persekutuan kita yang baik dengan Tuhan bukan artinya tidak lagi ada penderitaan maupun pergumulan hidup, tetapi persekutuan kita yang baik dengan Tuhan yang terus kita pelihara itu tidak akan sia-sia karena kita akan melihat buah dari persekutuan kita selama ini ketika pergumulan itu datang. Bahwa pada saatnya orang benar akan melihat buah dari iman dan persekutuannya dengan Tuhan.

Tuesday, July 18, 2017

Menjadi Bawahan yang Setia

Banyak orang senang menjadi pimpinan, atasan, komandan. Kenapa? Karena mereka bebas untuk memerintah orang untuk melakukan suatu pekerjaan. Kalau pekerjaan itu dipuji orang, maka merekalah yang menerima pujian. Tapi celakanya, kalau pekerjaan itu dikritik orang, maka banyak yang akan berkelit dengan mengatakan, �itu bawahanku pada tidak beres kerjaannya.� Jarang yang mengakui bahwa hasil kerjaan buruk adalah hasil dari cara memimpin yang buruk.

Bila hal itu disadari, maka tentu banyak orang yang lebih nyaman menjadi bawahan. Walaupun disuruh-suruh, tapi kemuliaan dan hinaan bukan miliknya, melainkan milik atasannya. Musa dan Yesus sungguh memahami hal ini. Musa, ketika disuruh untuk membebaskan bangsa Israel, menunggu tanda dari Tuhan yang menyuruhnya. Sementara Yesus pun memberikan pengakuan bahwa yang menyerahkan segalanya adalah BapaNya yang di surga. Musa dan Yesus ingin memberikan kemuliaan kepada Tuhan karena tahu Tuhan adalah atasan yang terbaik. Hanya bersamaNya, kita dapat turut dipermuliakan.

Biasanya atasan yang buruk adalah seorang bawahan yang buruk. Seorang bawahan yang buruk adalah mereka yang berusaha untuk melakukan apa yang diinginkannya. Padahal seorang bawahan perlu menyadari bahwa seorang atasan melihat lebih luas daripada yang dipahaminya. Bawahan perlu menyadari bahwa rencana seorang atasan melampaui apa yang direncanakannya sendiri. Dengan melaksanakan pekerjaannya yang disuruhkan kepada yang setia, maka lama kelamaan seorang bawahan akan memahami rencana atasannya. Pada titik itu, seorang bawahan dan atasan akan bekerja secara harmonis dan dengan damai saling membantu. Sebaliknya bawahan yang buruk takkan pernah memahami apa yang diinginkan oleh atasannya, dan pada akhirnya akan terjadi konflik antara keduanya.


Yesus juga menekankan bahwa kepada mereka yang kecil itulah semua hal dinyatakan. Artinya kita perlu menyiapkan mental untuk menjadi bawahan yang setia, bersedia melakukan hal-hal yang disuruh kepada kita, agar kita ada akhirnya akan memahami apa ang diinginkan sesungguhnya oleh pimpinan kita, yaitu Tuhan sendiri. Mari kita menjadi bawahan yang setia melakukan apa yang disuruhkan kepada kita. Jangan mengeluh, tak perlu berharap dipuji, kita percaya bahwa atasan kita, Tuhan, adalah atasan terbaik yang tahu semua yang telah kita upayakan dan memberikan apa yang kita butuhkan.

---------------
Bacaan Liturgi 19 Juli 2017
Rabu Pekan Biasa XV
Bacaan Pertama: Kel 3:1-6.9-12

Bacaan Injil: Mat  11:25-27

Tuesday, July 11, 2017

Tersesat... Lapar...Takut

Kondisi lapar di tempat yang tidak kita kenal adalah hal yang paling menakutkan. Pada saat perjalanan ke Derawan, kami harus naik perahu motor dari Tarakan selama sekitar 2-3 jam. Menjelang gelap, perahu kami tersangkut karang dangkal sehingga kami tidak dapat mendekati pulau yang kami tuju. Perahu itu tidak punya lampu dan ada kebocoran di tangki solarnya. Lebih celaka lagi adalah si tukang perahu tidak kenal baik tempat itu. Ia hanya nelayan yang disewa perahunya untuk mengangkut kita, para travelers. Saat itu kami semua kelaparan, kehausan, ingin buang air tapi sulit, ketakutan, dan menyesal bahwa kita semua memilih perjalanan ini. Kami sungguh mengharapkan tempat tujuan kami segera terlihat. Kami sungguh membayangkan rumah kami yang nyaman dan aman.

Di tengah-tengah kondisi kuatir bahwa malam akan datang dan kita terombang ambing di tengah laut tanpa lampu dan kesempatan untuk diselamatkan, maka kami pun berdoa agar para malaikat menyelamatkan kami. Tak lama sebuah speedboat datang mendekat dan menunjukkan jalannya pada kami. Tapi karena tukang perahu kami tidak bisa menyusul speedboat yang kecepatannya tinggi itu, maka kami kembali tersesat. Untunglah Tuhan mendengarkan doa kami dan speedboat yang sama berputar dan memperlambat jalannya agar kami dapat mengikutinya sampai tujuan dengan selamat. Sesampainya kami di tujuan, rasa lega luar biasa kami lepaskan lewat doa syukur dan tawa bahagia.

Di jaman Yusuf, saudara-saudara Yusuf merasa kuatir bahwa mereka akan kelaparan sampai mati bersama keluarga mereka, termasuk ayah mereka, Yakub dan adik mereka, Benyamin. Di satu sisi mereka pun menyadari bahwa kondisi itu adalah kesalahan mereka sendiri yang telah menumpahkan darah Yusuf. Mereka memberanikan diri masuk tanah yang asing bagi mereka untuk memohon makanan, tapi penguasa tanah tersebut malah menghukum mereka. Bagaimana kira-kira perasaan mereka? Tentu bingung, takut, sedih.


Setiap manusia tentu mengalami saat dimana mereka merasa tersesat. Seringkali di dalam jalan yang salah itu mereka pun merasa lapar. Baik lapar jasmani maupun lapar rohani. Tapi rasa yang muncul adalah sama, keinginan untuk segera menemukan tempat yang dikenal, yang nyaman, yang dituju. Memahami perasaan tidak nyaman itulah Tuhan Yesus mengutus murid-muridNya untuk mewartakan bahwa Kerajaan Allah, tempat yang nyaman itu, tujuan hidup semua orang, sudah dekat.

-----------------
Bacaan Liturgi 12 Juli 2017
Rabu Pekan Biasa XIV
Bacaan Pertama: Kej 41:55-57;42:5-7a.17-24a

Bacaan Injil: Mat  10:1-7

Thursday, July 6, 2017

Bagaimana Kita Bisa Dipulihkan dari Dosa?

Profesi pemungut cukai pada masa itu dianggap najis karena mereka sering menagih dan memungut pajak lebih dari yang telah ditentukan kaisar. Bagi orang-orang Farisi, adalah pantang bergaul dengan orang-orang yang dinajiskan pada saat itu, termasuk pemungut cukai, termasuk duduk makan bersama mereka. Dalam beberapa kisah Yesus selain Matius dalam Injil ini, ada juga pemungut cukai lainnya seperti Zakeus yang dipulihkan dari dosa oleh Yesus karena penyadaran rohaninya.

Bagaimana mereka dipulihkan dari dosa? Sama seperti kita, memulihkan dosa tergantung pada diri kita masing-masing, yaitu dengan:
1.       Menyadari diri sebagai orang berdosa. Ketidaksadaran diri kita sebagai orang berdosa membuat kita merasa lebih baik daripada orang lain. Sama seperti orang Farisi yang bertanya kenapa gurumu makan bersama dengan pemungut cukai dan orang berdosa, rasa lebih unggul dalam hal kesucian dapat membatasi dan menghalangi kasih Tuhan pada kita, menjauhkan kita dari pemulihan atas dosa.
2.      Merasakan kehadiran Yesus dalam diri kita membawa pemulihan atas dosa kita. Kalau kita merasa sudah hidup benar, sudah hidup sempurna, mengapa Tuhan perlu hadir dalam hidup kita lagi? Tuhan hadir dalam diri kita karena kita ini orang berdosa yang perlu dipulihkan. Tuhan yang menyelamatkan kita dari kejatuhan. Karena dosa, Yesus datang sebagai tabib manusia berdosa, menyadari kasih Tuhan yang merangkul orang berdosa.

3.      Penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan. Kerelaan diri yang sama dilakukan oleh Matius dan Zakeus yang ingin ikut Tuhan, membawa mereka kepada keselamatan.  Demikian juga kita, bila kita sepenuh hati merelakan diri mengubah cara hidup kita untuk mengikutiNya.

------------------------

RH Jumat, 7 Juli
Bacaan 1: Kej 23: 1-4, 19; 24:1-8, 62-67
Bacaan Injil: Mat 9:9-13

Tuesday, July 4, 2017

Siapa Favorit Tuhan?

Favoritisme. Setiap anak yang punya saudara pasti memahami apa artinya favoritisme sejak kecil. Orangtua yang selalu menganggap si kakak salah tapi adik selalu lepas dari hukuman. Orangtua selalu mengatakan, �contoh dong kakak kamu, sudah baik, rajin pula.� Guru selalu membandingkan kakak dan adiknya yang kebetulan satu sekolahan. Malahan sekarang anak kita atau kita sendiri bisa kalah bersaing dengan gadget atau teman-teman atau uang. Sakitkah hati kita bila kita bukan favorit?

Demikian juga Ismail dan Ishak yang adalah saudara tiri, dan Ishak adalah anak yang dipilih dan dijanjikan Allah kepada Abraham. Tidak heran kemudian Abraham didesak Sara, ibu Ishak, dan dibenarkan Allah untuk menyingkirkan Ismail dari rumahnya. Tapi favorit Allah adalah manusia itu sendiri. Oleh karena itu Ia membolehkan Ismail diusir dari rumah Abraham untuk melindunginya dari kemungkinan yang buruk, dan melindungi anggota keluarga Abraham lain seperti Sara dan Ishak untuk berbuat dosa ketika menyakiti Ismail. Allah lalu bertindak melindungi Hagar dan Ismail dan membuatnya menjadi bangsa yang besar.

Demikian pula nampak ketika Yesus menyingkirkan setan-setan kepada kawanan babi. Yesus mengutamakan keselamatan jiwa kedua orang berbahaya yang dirasuki oleh setan. Yesus tidak memikirkan keselamatan dari kawanan babi apalagi setan-setan itu. Yesus tidak berpikir panjang untuk membuang babi-babi ke jurang, padahal Ia tahu bahwa konsekuensi dari tindakanNya itu adalah kemarahan kota itu yang nampak dari pengusiranNya.


Kita sebagai manusia sulit untuk menghindari kondisi favoritisme, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku. Dan kita akan sangat sulit untuk tidak sakit hati ketika kita tidak menjadi favorit. Di dalam keadaan ini kita perlu selalu ingat bahwa Tuhan kita selalu memilih kita, selalu memfavoritkan kita di atas semua ciptaanNya yang lain, bahkan di atas Putra TunggalNya sendiri yang bersedia Ia kurbankan demi keselamatan kita. Tidakkah kita bahagia menjadi favorit Allah yang Maha Kuasa?

----------------
Bacaan Liturgi 05 Juli 2017
Rabu Pekan Biasa XIII
PF S. Antonius Maria Zaccaria, Imam
Bacaan Pertama: Kej 21:5.8-20

Bacaan Injil: Mat 8:28-34

Sunday, July 2, 2017

Kain dan Habel, Perseteruan Saudara

Kain dan Habel adalah saudara kandung, putra-putra Adam. Kain adalah petani dan Habel gembala kambing domba. Kain sebagai petani merupakan gambaran dari masyarakat yang sudah mapan, tidak mengembara lagi, memiliki rumah dan kehidupan sosial yang terstruktur. Sementara Habel adalah gambaran masyarakat nomaden, yang bergantung kepada kebaikan alam untuk kehidupan mereka.

Keduanya mempersembahkan sebagian hasil tanah kepada Tuhan, namun Tuhan hanya berkenan pada persembahan Habel. Irihati karenanya, Kain membunuh Habel. Ketika Tuhan bertanya �dimanakah adikmu?� Kain menjawab: �Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?� Lalu Tuhan menjatuhkan hukuman pada Kain, membuangnya jauh, memberikan tanda  agar ia jangan dibunuh.

Ensiklik Injil Kehidupan (Evangelium Vitae) mengambil kisah ini untuk meng-highlight betapa pentingnya kehidupan dan bagaimana kita harus saling menjaga kehidupan satu sama lain.

Ada berbagai pertanyaan di seputar kisah ini, dan di bawah ini adalah sebagian kecilnya saja.
         Kenapa Allah tidak berkenan pada persembahan Kain? Apakah Tuhan mencobai Kain dengan tidak menerima persembahannya?
Ketika dihubungkan dengan ayat-ayat lainnya dalam Kitab Suci, TUHAN menerima persembahan Habel karena dia menghampiri Allah dengan iman yang benar dan pengabdian kepada kebenaran (Bdk. Ibrani 11 : 4; 1 Yohanes 3 : 12; Bdk. Yohanes 4 : 23-24). Persembahan Kain ditolak karena ia tidak memiliki iman yang taat dan perbuatannya jahat (ayat Kejadian 4 : 6-7; 1 Yohanes 3 : 12). Allah berkenan atas persembahan dan ucapan syukur hanya apabila kita sungguh-sungguh berusaha hidup benar sesuai dengan kehendak-Nya

Namun tidak ada yang tahu pastik mengapa kurban Kain tidak diterima dan bagaimana Kain tahu korbannya tidak berkenan kepada Allah. Pusat perhatian bacaan ada pada reaksi Kain, yaitu akibat dari pembunuhan atas saudara laki-lakinya dan pada hukuman Allah kepada Kain.

Mengenai apakah TUHAN mencobai kita, kita melihat pada Kitab Suci. Pada satu sisi kita percaya bahwa TUHAN tidak mencobai kita (Yakobus 1 : 13), namun pada sisi lain kita dapat melihat bahwa TUHAN memang menguji kita (seperti pada kasus Abraham dan Musa). Namun, TUHAN tidak pernah mencobai atau lebih tepatnya menguji kita agar kita terjatuh (seperti setan
mencobai kita), tetapi hanya untuk memberikan pada kita sesuatu yang lebih baik, untuk maksud membuat kita lebih kudus, melalui kesetiaan kita dalam menghadapi ujian tersebut.
Jadi, TUHAN memperbolehkan cobaan terjadi dalam hidup kita untuk alasan yang lebih baik: untuk pertobatan dan pengudusan. Sebaliknya, setan mencobai kita sehingga kita berdosa dan
mengarahkan diri ke neraka.

         Siapakah istri Kain?
Adam dan Hawa sendiri punya banyak anak selain Kain dan Habil. Hanya tidak tertulis nama-namanya di Kitab Suci. Di Kejadian 5:4 dikatakan kalau Adam punya banyak putera dan puteri selain Kain, Habil dan Seth.Tidak dijelaskan di Kitab Suci, apakah ada manusia lain selain Adam dan Hawa. Karena memang maksud penulis Kejadian ingin menggambarkan Kisah Penciptaan dari sisi iman yang sempurna oleh Allah. Bukan ingin menjelaskan tentang kronologis historisnya meskipun itu benar adanya.

Jadi Kain dan Habil mungkin saja menikahi adik-adik mereka. Inilah yang terjadi. Hal ini sampai dengan jaman Israel masih berlangsung pernikahan antar saudara.

         Apakah Tanda Kain?
Tanda di dahi Kain akan membuat orang bijak menyingkir dari Kain untuk membiarkan hukuman Allah tetap bekerja pada Kain.

Nama "Kain" (bahasa Ibrani qayin, berarti tombak), identik dengan nama Keni (juga qayin dalam Ibrani). Beberapa sarjana berspekulasi bahwa kutukan Kain mungkin timbul sebagai penghukuman atas bangsa Keni. Selain itu ada berbagai versi lainnya tentang tanda Kain. Ada yang mengatakan bahwa tanda itu adalah sebuah huruf Ibrani, entah di muka atau di lengan, namun tidak diketahui huruf yang mana. Ada pula yang mengusulkan bahwa tanda itu adalah kulit yang berubah hitam seperti batu bara, mungkin ini pula yang menjadi sumber ketakutan kepada orang berkulit hitam. Bahkan ada pula yang mengusulkan bahwa tanda itu adalah tanduk yang tumbuh di kepala serta bahwa Allah memberi Kain seekor anjing sebagai tandanya.

         Allah pada kisah ini digambarkan sebagai Allah yang kejam dan pemarah. Mengapa?
Banyak dari antara kita yang terkejut atau kaget setelah membaca KSPL (Kitab Suci Perjanjian Lama) karena menemukan gambaran Allah yang kejam, mudah marah, menghukum, memusnahkan dan sebagainya. Bahkan beberapa orang dulu  tidak sanggup lagi membaca KSPL karena gambaran Allah dan bangsa Israel sangat kejam.

Pertanyaan mengapa Allah digambarkan demikian? Dalam pengajaran sebelumnya, saya sampaikan bahwa KS kita tidak jatuh dari langit melainkan refleksi penulis atas situasi yang
dihadapi jemaat.Allah digambarkan sangat kejam karena Israel akan membangun lagi sebagai bangsa baru setelah peristiwa pembuangan di Babel. Sebagaiamana umum terjadi dalam hidup bersama kita, untuk memulai sesuatu memang harus tegas dan keras, tidak banyak toleransi. Demikian juga yang dilakukan bangsa Israel: Allah digambarkan sangat keras, menuntut kesetiaan mutlak, tidak boleh bercampur dengan bangsa lain, keras, mudah marah, dan sebagainya.

         Lamekh ingin dihukum 77 kali lipat, sementara Kain hanya 7 kali. Mengapa?
Lamekh dan Kain tidak bisa diiperbandingkan. Jika Kain mati akan dibalaskan 7 kali lipat. Angka 7 adalah angka kesempurnaan. Allah memasang tanda di dahi Kain, yang artinya jika Kain melakukan kesalahan, orang tidak akan membunuhnya, karena Kain sudah dihukum TUHAN. Tanda di dahi Kain akan membuat orang bijak menyingkir dari Kain untuk membiarkan hukuman Allah tetap bekerja pada Kain.

Sedangkan pada Lamekh, walaupun ia orang pertama yang melakukan poligami dan sombong, karena tidak membutuhkan perlindungan Allah, Lamekh tidak melakukan kesalahan yang membuat Allah murka.

         Kain maupun Set (anak Adam setelah Habel) sama-sama memiliki keturunan bernama Lamekh dan Henokh.
Kain memiliki anak bernama Henokh dan membangun kota yang dinamai sama. Kain dikatakan �terpaksa� membangun kota karena ia dikutuk sehingga tidak dapat mengusahakan tanah yang telah menelan darah Habel. Daftar keturunan Kain yang menyebutkan Lamekh dan Henokh adalah: Kain � Henokh � Irad � Mehuyael � Metusael � Lamekh � Yabal, Yubal dan Tubal-Kain.
Sementara keturunan Set adalah: Set � Enos � Kenan � Mahalaleel � Yared � Henokh � Metusalah � Lamekh � Nuh.

         Henokh diangkat kemana? Mengapa Henokh diangkat?
Setelah berusia 365 tahun (yang angkanya sama dengan jumlah hari dalam setahun dan menunjukkan kepenuhan), Henokh diangkat oleh Allah. Ayat ini dan ayat yang sejenis sering diangap yang menunjukkan bahwa baik Henokh diangkat ke surga.Tetapi kita juga membaca ayat yang lain dalam Injil Yohanes , yang mengatakan: " Tidak ada seorangpun yang telah naik ke surga selain dari pada Dia yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia (Yoh,3:13)
Ayat ini mengindikasikan bahwa tidak ada seorangpun yang telah naik ke surga sebelum Kristus, sehingga dengan demikian tidak pula Henokh.

Lalu Henokh diangkat kemana? Kemungkinan Henokh tidak diangkat ke surga dalam artian tempat kediaman Allah dan para malaikat-malaikatNya, namun ke tempat Penantian, dimana jiwa- jiwa orang orang benar menantikan kedatangan Kristus Sang Mesias untuk membawa mereka ke surga tempat mereka bersatu sempurna dengan Allah (Lukas 16, 19- 31)

Mengapa Henokh diangkat? Karena kesalehan yang murni dan pemahamannya akan hikmat Ilahi, maka Henokh terangkat dari bumi untuk melanjutkan hidupnya di wilayah yang suci disana.Pengangkatan Henokh yang tiba-tiba ini sama sekali tidak diumumkan sebelumnya.Septuaginta menulis bahwa Henokh tidak dapat ditemukan, sebab Allah telah mengangkatnya."Karena iman Henokh terangkat," kata penulis Surat Ibrani, "Supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan karena Allah telah mengangkatnya." (Ibrani 11 : 5)Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah. (Ibrani 11 : 5)

         Dimanakah Tanah Nod, di mana Kain menetap setelah ia pergi dari hadapan Tuhan?
Nama adalah sama dalam bentuk infinitif kata kerja nud (nwd), 'bergerak ke sana ke mari, berkeliling-keliling'. Jadi mungkin berarti Kain tidak pernah menetap melainkan nomaden.

         Mengapa manusia waktu itu hidup dengan usia panjang sampai dengan ratusan tahun?

Umur panjang di anggap sebagai berkat. Mereka berumur panjang krn masih dekat dengan manusia pertama yang diciptakan baik adanya. Semakin lama semakin berdosa maka umur makin pendek.

----------------------
Kej 4 � 5

Saturday, July 1, 2017

Mazmur 145: 8-14 | Allah Hadir Bagi Kita



Bacaan Firman Tuhan: Mazmur 145: 8-14
TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu,


Bagaimana kita mengenal Tuhan dalam kehidupan kita? Bagaimana kita merasakan kuasa Tuhan dalam setiap pengalaman hidup yang kita jalani? Dari nas ini kita akan mencoba melihat bagaimana pemazmur mengenal Tuhan dalam perjalanan kehidupannya.

1.      Tuhan itu Baik, pengasih, penyayang, panjang sabar dan setia
Mengasihi ciptaanNya, adalah kenyataan pribadi Tuhan. Sehingga Tuhan itu tidak pilih kasih, bahwa kasih Tuhan itu ada dan tersedia bagi siapapun. Bukan karena kebaikan dan kebenaran kita sehingga Tuhan itu baik. Tetapi itu kenyataan diri Tuhan itu adalah baik bagi siapapun. Setiap saat manusia merasakan kebaikan Tuhan dari kehidupan yang hidupinya setiap saat.

Itulah kasih Tuhan yang besar atas ciptaanNya sebagaimana Tuhan nyatakan pada kita di Yohanes 3:16. Yesus Kristus adalah penyataan dari kasih dan kebaikan Tuhan. Namun yang perlu kita perhatikan, sebagaimana Tuhan Yesus menyembuhkan 10 orang, namun hanya 1 orang yang kembali untuk mengucap syukur. Keselamatan Tuhan adalah untuk semua orang, namun tidak semua orang mau untuk menerima keselamatan yang sesungguhnya itu. Tuhan itu baik dan penuh kasih setia, tetapi tidak semua orang percaya dan tidak semua orang benar-benar menghidupi kepercayaan atas sifat Tuhan yang disebutkan tadi.

2.      Tuhan adalah Raja yang kekal
Kerajaan Tuhan adalah kerajaan segala abad, sehingga kerajaanNya tidak dapat disamakan atau dibandingkan dengan kerajaan apapun yang ada di dunia ini. Raja dalam dunia ini bisa silih berganti, terkadang rakyatnya mendapat raja yang baik, namun kadang ada raja yang lalim dan ada raja yang kejam. Demikian pula kerajaan di dunia ini tidak ada yang kekal. 

Pemazmur ingin menggambarkan Tuhan itu seperti seorang raja yang baik, raja yang memikirkan dan menusahakan kesejahteraan rakyatnya. Bahwa raja yang baik itu dibalik kuasa dan kehormatannya terdapat juga pengabdian pada rakyatnya, bagaimana supaya rakyatnya sejahtera, aman, tentram dan damai. Dari jauh rakyatnya mungkin hanya melihat bagaimana kehormatan dan kegagahan seorang raja atau presiden, namun kita tidak melihat di balik kehormatan itu, dia harus memutar otak dan menguras tenaga untuk kebaikan rakyatnya. 

Dari gambaran ini, yang hendak di sampaikan bahwa Tuhan itu berbuat seperti seorang raja, yang bukan karena kekuatan, pikiran, kepintaran kita dapat menikmati kehidupan ini, tetapi dibalik kemuliaan Tuhan itu, Allah bekerja dan mengusahakan kebaikan kita sebagai umatNya. 

3.      Tuhan itu Penopang yang jatuh, penegak yang tertunduk
Kemudian pemazmur juga hendak mengungkapkan bagaimana Tuhan itu benar-benar memberi perhatian penuh kepada kita. Layaknyaa seperti orangtua yang mengawasi perkembangan anaknya, terlebih ketika belajar berjalan. Jika anaknya mau jatuh di topang, jika anaknya sudah jatuh maka akan di angkat berdiri kembali.

Sehingga, jika penderitaan itu datang, kita tidak sendiri dalam penderitaan itu, namun Tuhan tetap bersama dengan kita menjalani kehdupan yang sulit itu. Sehingga apa yang harus di takutkan jika kita bersama-sama dengan Tuhan?

Seperti itulah pemazmur memahami Tuhan dalam perjalanan kehidupannya. Maka bagaimana dengan kita, apakah kita juga seperti pemazmur ini untuk mempercayai kehadiran Tuhan dalam kehidupan kita? Supaya jangan pikiran kita buat untuk mengenal perbuatan Tuhan, tetapi Iman.

Pada akhirnya kita bisa menolak Tuhan seperti orang Farisi dan para ahli taurat ketika kita memahami kehadiran Tuhan dalam hidup ini dengan pikiran kita. namun, jika kita bersungguh-sungguh beriman kepada Tuhan, maka kita dapat melihat bahwa Tuhan sungguh-sungguh hidup dan bekerja dalam kehidupan kita. 

Tags