Latest News

Thursday, March 30, 2017

Pilihan yang Menentukan

Apa yang membedakan anak Allah dan bukan anak Allah? Harry Potter, seorang tokoh khalayan J.K. Rowling menghadapi hal ini ketika ia bingung mengapa ia dapat mendengar bahasa ular, talenta yang hanya dimiliki oleh pengikut dari si jahat Voldemort. Ia menghadapi keraguan tentang dirinya sendiri, apakah ia jahat atau baik. Ini adalah gambaran kehidupan kita sehari-hari. Suatu nasihat dari kepala sekolah Harry, yaitu Dumbledore yang bijaksana, menenangkan hati Harry. Katanya, �Pilihan kitalah, Harry, yang menunjukkan siapa kita sebenarnya, jauh lebih jelas daripada kemampuan kita.�


Kita sering dihadapkan pada suatu keputusan yang membuat kita meragukan diri kita sebagai anak Allah atau bukan. Apakah orang-orang Israel di jaman Yesus dan bahkan di jaman penulis kitab Kebijaksanaan adalah orang-orang pilihan Allah? Ya, mereka adalah orang Israel, bangsa terpilih, bangsa yang dipimpin Allah sendiri. Mereka adalah satu-satunya bangsa yang memiliki Kitab Taurat, hukum yang adil, sementara bangsa-bangsa lain pada waktu itu adalah bangsa-bangsa tidak beradab. Mereka memiliki hari untuk beristirahat, yaitu hari Sabat, sementara bangsa lain berada di dalam perbudakan. Mereka memiliki tahun Yobel, tahun pembebasan, sementara bangsa lain hidup dalam ikatan utang 7 turunan.

Namun apa yang mereka pilih? Di dalam Kitab Kebijaksanaan mereka sudah merencanakan pembunuhan, hukuman mati yang keji sebagai percobaan. Dan di dalam Injil, mereka menjalankan rencana keji itu. Padahal mereka memberitakan Allah yang maha pengampun dan setia pada janjiNya.


Demikianlah kita telah dikaruniai berkat pembaptisan yang memisahkan kita dari dosa. Itu adalah hak milik kita. Tapi bukan hak milik itu yang menjadi kepastian keselamatan kita, melainkan pilihan-pilihan yang kita buat selama hidup. Ketika kita menghakimi orang lain dan mengharapkan kematiannya, maka kita bukan anak Allah. Ketika kita menyingkirkan orang lain dari jalur keselamatan, maka kita bukan anak Allah. Tapi kita anak Allah ketika kita mendoakan musuh-musuh kita, orang �orang yang tidak sejalan dengan pikiran kita, orang-orang yang bertindak keji pada kita. Mari kita gunakan masa Prapaskah ini untuk merenungkan apa yang dapat kita pilih untuk makin menjadi anak Allah. 
----------------------------
Kamis Pekan Prapaskah IV
Bacaan 1: Keb 2:1a, 12-22
Injil: Yoh 7:1-2, 10, 25-30

Wednesday, March 29, 2017

Roma 8:6-11 | Roh yang menghidupkan



Bacaan Firman Tuhan: Roma 8: 6-11
Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.



Nas ini hendak menghantar kita untuk mengingatkan dan mendalami kembali akan maksud dari �hidup�. Sebab jika kita mendalami nas ini, maka akan jauh bedanya hidup yang diartikan oleh dunia ini dengan hidup yang dimaksud oleh Tuhan.

Jika dunia ini mengatakan seseorang yang hidup itu: masih ada fisik, masih bisa bergerak, bekerja, bernafas, berfikir. Namun dihadapan Tuhan seseorang dikatakan hidup tidak hanya sebatas pengertian itu. Lebih dari situ pengertian seseorang dikatakan hidup. Sebab ada satu unsur yang terpenting yang harus dimiliki setiap orang barulah dia dikatakan hidup dalam arti yang sesungguhnya, yaitu dalam dirinya ada Roh Tuhan.

Itulah sebabnya dikatakan di ayat 6 �Keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera�. Maka inilah yang menjadi keunikan kita, yang membedakan kita dengan orang yang tidak percaya kepada Yesus Kristus, bahwa dalam diri kita ada Roh Tuhan yang dicurahkan untuk kehidupan kita. Dari kehidupan daging tidak ada ubahnya kita dengan mereka, sama-sama bernafas, bekerja dan berusaha, namun dihadapan Tuhan yang terbilang orang yang hidup adalah yang dalam dirinya Roh Tuhan berdiam dan bekerja.

Itulah sebabnya jika kita menyimak Yehezkiel 37: 1-14 digambarkan orang Israel itu seperti �tulang-tulang kering�, walaupun mereka hidup secara daging, namun sesungguhnya mereka adalah mati seperti tulang-tulang kering. Sebab mereka hidup sesuai dengan keinginannya, hidup yang tidak ada ubahnya dengan orang yang tidak percaya kepada Tuhan. Hanya keinginan dagingnya saja yang terus dipelihara.

Sehingga tidak heran jika banyak orang saat ini mempertanyakan tentang �apa arti kehidupan�. Mereka mendapatkan apa yang diinginkan, tetapi di ujungnya mereka mempertanyakan �apa arti dari semuanya ini?� yang didapatkan adalah kekosongan dan kesia-siaan.

Itulah sebabnya hikmat Salomo dalam kitab Pengkhotbah sudah mengingatkan kita �Hidup dibawah matahari adalah kesia-siaan� seperti menjaring angin. Salomo memiliki semuanya dalam kehidupannya, kekuasaan, harta melimpah, kesenangan duniawi, ratusan istri. Namun dia mengatakan �semuanya sia-sia�. Karena bukan itu yang membuat manusia menikmati hidupnya, tetapi hikmat Salomo mengatakan �Takutlah akan Tuhan�. Hanya itu yang dapat membuat kita menjalani hidup yang sesungguhnya, yang benar-benar menikmati hidup yang diberikan oleh Tuhan.

Tuhan Yesus mengatakan �Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan�(Yohanes 10: 10b). Kehadiran Yesus dalam diri manusia adalah untuk hidup berkelimpahan. Bukan karena dunia ini manusia menikmati hidupnya, tetapi karena Tuhan ada dalam hidupnya.

Maka firman Tuhan bagi kita saat ini hendak menggugah kita menjawab pertanyaan ini: �Apakah kita benar-benar hidup?� entah kita sebagai orang Kristen tidak ada ubahnya dengan mereka yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus, atau bahkan mungkin kita seperti gambaran dalam kitab Yehezkiel hidup seperti �tulang-tulang kering?�

Adalah bijak jika kita mau untuk melihat perjalanan kehidupan yang kita telah lalui. Kemana sebenarnya kita membawa diri kita, keluarga kita, anak-anak kita. Ataukah tanpa kita sadari bahwa kita sedang membawa diri, anak dan keluarga kita ke jurang yang dalam. 

Maka perlulah untuk kita menjawabnya dalam diri kita, apakah Tuhan sudah menjadi guru, mentor, pembimbing dalam hidup kita. Apakah diri kita menjadi guru, �hidup semau gue�, apakah dunia ini �apa yang dilakukan orang itu yang kita lakukan�; apakah Tuhan? Yang mau menguji segala sesuatu yang berkenan kepada Tuhan.

Walaupun hikmat Salomo mengatakan �hidup di bawah matahari adalah kesia-siaan� bukan artinya kita tidak lagi perlu mengejar harapan, cita-cita dan karir kita. Namun justru sebaliknya mari kita mengejar apapun selama kita diberikan Tuhan kesempatan, tetapi kejarlah semuanya dibawah bimbingan dan tuntunan Tuhan. Supaya apapun yang kita perbuat dan lakukan semuanya berguru pada Roh Tuhan.

Tuhan menempatkan Rohnya dalam diri setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus adalah supaya kita �memiliki hidup dan damai sejahtera�. Yang Tuhan inginkan adalah apa yang terbaik dalam hidup kita. Bagaimana kita supaya menikmati hidup yang diberikan oleh Tuhan, kita bersukacita, kita memiliki damai sejahtera menjalani hari-hari hidup kita.
Seperti membaca sebuah buku, jika kita serius memperdalam ilmu sebuah buku. Namun ketika buku itu hilang dan lenyap, ilmu dari buku itu tidak akan pernah lenyap karena sudah ada dalam otak kita. Demikian juga hidup ini, apapun yang kita dapatkan dan raih dalam hidup ini pada akhirnya semuanya akan lenyap, tetapi hidup kita tidak akan lenyap bersama dengan dunia ini karena kita telah memiliki hidup yang sesungguhnya.

Maka orang Kristen itu dikatakan hidup, bukan karena dagingnya yang bergerak, tetapi karena dagingnya yang digerakkan oleh Roh Tuhan. Keinginan daging adalah maut, jangan terkecoh dengan nikmatnya dunia karena keinginan daging hanya akan membawa kesusahan, tetapi keinginan Roh akan membawa kita pada kehidupan dan damai sejahtera.

Tuesday, March 28, 2017

Kita Juga Anak Bapa

Anak adalah cerminan bapak dan ibunya. Bapak membentak-bentak, anak membentak-bentak; ibu suka mencubit, anak mencubit saudaranya; bapak buang sampah sembarangan, anak tidak akan melihat tempat sampah; ibu suka merokok, anak ikut merokok. Kebiasaan yang buruk maupun yang baik akan selalu ditiru anak, karenanya orangtua hendaknya mencontohkan yang baik: rajin, tepat waktu, lemah lembut, dan sabar.

Demikian juga Bapa yang di surga. Ia telah mengutus anakNya, dan anakNya itu takkan melakukan hal yang berbeda dari yang dilakukan BapaNya. Yesus selalu bekerja karena BapaNya pun selalu bekerja. Yesus adil karena BapaNya pun menghakimi dengan adil. Yesus mampu membangkitkan karena BapaNya pun mampu membangkitkan. Dan sama seperti bapak dan ibu yang baik yang mengajari anaknya untuk sabar dan sopan santun agar anaknya kelak disegani orang, demikian pula Bapa di surga ingin agar anakNya dihormati.


Apakah hanya Yesus yang merupakan anak Bapa? Bukan. Kita pun melalui pembaptisan roh adalah anak Allah. Tapi apakah kita sungguh anak Allah? Anak selalu meneladan Bapanya. Bapa kita adalah Bapa yang pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setiaNya. Bapa kita selalu  bekerja dan penuh dengan keadilan. Maka hendaklah kita sebagai anakNya pun meneladan hal itu agar kita sungguh dilihat sebagai anakNya dan tidak memalukan Dia yang mengangkat kita sebagai anakNya, sama seperti kitapun tak ingin mempermalukan orangtua kita dengan perbuatan kita.
----------------------------
Rabu, 29 Maret 2017
Hari Biasa Pekan IV Prapaskah
Bacaan 1: Yes 49:8-15
MT: Mzm 145:8-9,13-14,17-18
Injil: Yoh 5:17-30

Thursday, March 23, 2017

Cinta Tanpa Syarat

Di dalam dunia, cinta biasanya bersyarat. Syarat- syarat cinta misalnya: 
1. Material. Karena dia punya materi maka dia jadi sahabat, teman dan pasangan idaman. Alasannya karena adamateri yang bisa kita manfaatkan. Begitu materi hilang, habis pulalah cinta kita padanya. 
2. Perbuatan baik. Karena dia pernah berbuat baik maka kita mau mencintainya. Cinta tidak diarahkan kepada kepribadian  menyeluruh melainkan pada perbuatan baiknya saja. Belum tentu kita dapat mencintai kekurangan dan kelebihannya yang lain.
3. Sifat atau kepribadiannya. Cinta ini diarahkan hanya kepada satu hal tertentu saja, misalnya wajahnya yang cantik atau tampan atau sama-sama suka nonton film.


Cinta yang memiliki syarat adalah cinta yang egoistis. Di dalam bacaan Injil hari ini kita belajar cinta yang utuh, tidak bersyarat, baik kepada Allah maupun kepada orang lain. Yesus mengajarkan agar kita mencintai Allah dengan segenap hati,  segenap akal budi, segenap jiwa dan segenap kekuatan kita. Artinya kita tidak mencintai Allah ketika kita kuat, atau sehat atau pintar atau kaya, melainkan juga ketika kita sakit, lemah dan miskin. 

Kita juga diajarkan untuk mencintai sesama kita seperti kita mencintai diri sendiri. Bagaimana kita mencintai diri sendiri? Kita mencintai diri kita ketika kita sehat maupun sakit, ketika kaya maupun miskin. Kita mencintai diri kita secara utuh. Bila kita tidak mencintai sesama secara utuh maka sia-sialah kurban bakaran dan persembahan, dan sia-sia pula niat kita untuk mencintai Allah.

Dan yang terutama, Yesus mengajarkan bahwa mencintai berawal dari pendengaran. Itulah sebabnya Ia mengawali jawabanNya dengan: "Dengarlah, hai orang Israel...". Memang cinta tumbuh dari pendengaran. Seperti pada bacaan pertama ketika Allah yang mendengarkan permohonan orang Israel dan menjawab mereka, menyurutkan murkaNya dan kembali mengasihi orang Israel dengan lembut. Demikianlah kita perlu menghadirkan cinta tanpa syarat seperti yang telah diberikan Allah kepada sesama kita. Sama seperti jg dalam  bacaan injil, Yesus menekankan hal mendengarkan, krn mendengar berarti membuka semua unsur-unsur yang bisa dipakai untuk memahami kasih itu sendiri , mendengar berarti melakukan jg apa yang menjadi kehendakNya. Mari kita belajar mendengar seperti ahli taurat supaya kerajaan Allah slalu dekat pada kita, menghadirkan cinta Tuhan dalam hidup kita, melalui kasih pada sesama. 
---------------------------------------
Jumat 24 Maret 2017
Jumat Pekan prapaskah III
Bacaan 1:  Hos 14:2-10
Injil: Mrk 12:28b-34

Wednesday, March 22, 2017

1 Samuel 16: 1-13 | Orang yang diurapi Tuhan



Bacaan Firman Tuhan: 1 Samuel 16: 1-13
Kata Samuel kepada Isai: "Suruhlah memanggil dia, sebab kita tidak akan duduk makan, sebelum ia datang ke mari." Kemudian disuruhnyalah menjemput dia. Ia kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Lalu TUHAN berfirman: "Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia." Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud.

Multi talenta, bakat, kemampuan � inilah yang kita temui pada diri Daud. Seorang pemberani, bijak, pandai bermain musik, pencipta puisi dan lagu, dan pemimpin yang berkharisma. Namun Tuhan memilih Daud untuk diurapi menjadi raja bukan hanya karena bakat-bakatnya, tetapi adalah karena hikmatnya. Seperti yang dikatakan oleh Tuhan kepada Samuel untuk menggantikan Saul: �Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati�.

Tuhan melayakkan Daud untuk di urapi menjadi raja menggantikan Saul bukanlah karena segudang kemampuan dan bakat yang dimilikinya, tetapi karena kepercayaannya kepada Tuhan. Daud dalam kehidupannya ketika masih gembala untuk kawanan domba telah memperlihatkan bagaimana imannya kepada Tuhan, bahwa dia selalu menjadikan Tuhan sebagai pusat kehidupannya. Hal ini dapat terlihat dari mazmur-mazmur Daud:

-          Mazmur 23: Dia mempercayakan penuh kehidupannya kepada Tuhan �Sang Gembala� hidupnya.
-          Mazmur 22: Kesetiaannya kepada Tuhan. Dia mengatakan bahwa sekalipun Tuhan meninggalkannya, dia tidak akan pernah meninggalkan Tuhan.
-          Mazmur 20: Kekuatannya adalah mengandalkan nama Tuhan. Dalam menghadapi tantangan apapun, walau dia memiliki kemampuan dan bakat namun tetap menghadapinya hanya mengandalkan nama Tuhan. Seperti dia mengalahkan Goliat. 

 Maka mari kita untuk mengasah kemampuan, menggali potensi dalam diri kita, pelajari segala ilmu yang ada. Tetapi, siapa yang mengajar kita? Siapa yang menjadi guru kita? Yaitu Tuhan. Dia-lah yang akan menjadi Guru besar kita, Maha Guru yang akan membentuk kita.
Ketika kita menyadari bahwa Tuhan yang mengajar, melatih, membimbing kita, maka kita tidak akan pernah jatuh seperti Saul yang menyombongkan diri atas kemampuannya.

Maka jika ditanya, apakah Tuhan memilih Daud menjadi raja karena bakatnya? Jawabannya adalah �ia�, tetapi bakat yang dibentuk dan di ajar oleh Tuhan. Bakat yang terbentuk oleh hikmatnya, imannya kepada Tuhan.


Maka biarkan Tuhan yang membentuk kita. Situasi dan kondisi yang ada di sekitar kita dan sedang kita alami akan dipakai Tuhan membentuk kita menjadi apa. Seperti Daud sebagai seorang gembala domba, Tuhan mempersiapkan karakter, bakat dan kemampuannya dalam situasinya sebagai gembala. 

Maka jangan pernah remehkan segala tantangan hidup yang kita hadapi, jangan menjadi berkecil hati, takut maupun bersungut-sungut. Dalam dunia pendidikan sering dikatakan �Experience is the best teacher� bahwa pengalaman adalah guru terbaik. 

Dalam setiap situasi dan kondisi yang kita hadapi, Tuhan Yesus akan membentuk karakter kita, Dia mengajar kita, mempersiapkan kita untuk pekerjaan besar, misi besar dari Tuhan. Kita akan ditempah di setiap keadaan untuk dapat mengerjakan misi Tuhan yang jauh lebih besar.

Hal ini dapat kita lihat dalam diri Daud. Dalam kesehariannya sebagai gembala domba, dia ditempah untuk dapat menjalankan misi yang lebih besar menjadi gembala bagi umat Israel. Dalam mengisi kesendiriannya menjaga kawanan dombanya, dia bermain musik, dan Tuhan menempah dia menjadi pemusik dan mengubah lagu dan syair untuk pujian bagi nama Tuhan. Keterampilannya dalam menjaga kawanan domba dari binatang buas, Tuhan tempah dia menjadi seorang yang perkasa dan tangkas memimpin Israel. Sehingga jika kita merenungkan apa yang dialami oleh Daud ini, kita dapat berkata bahwa apapun yang sedang kita kerjakan dan apapun yang sedang kita hadapi, bahwa Tuhan sedang menempah dan mempersiapkan kita.

Demikian halnya kondisi jemaat Efesus (Efesus 5: 8-14) bahwa jemaat diperhadapkan pada kondisi masyarakat yang marak dengan percabulan, keserakahan dan penyembahan pada dewa-dewa. Paulus mengingatkan jemaat, bahwa situasi yang seperti itu sesungguhnya harus mereka manfaatkan, untuk menunjukkan bahwa orang Kristen itu berbeda �kamu adalah anak-anak terang�. Bahwa kita tidak sama dengan mereka.

Kita adalah anak-anak terang, kita adalah anak-anak yang telah diurapi Tuhan. Sehingga kita seorang Kristen berbeda, tidak asal hidup, tidak asal bicara, tidak asal bekerja, tetapi �ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan�. Bahwa segala sesuatu yang kita hadapi dan lakukan harus berpusat kepada Tuhan seperti yang dilakukan oleh Daud.

Sehingga jangan salahkan situasi dan kondisi untuk mengatakan tidak dapat berbuat apa-apa, tetapi kita harus manfaatkan situasi dan kondisi yang ada untuk berbuat sesuatu. Allah memiliki caraNya sendiri untuk menempah dan membentuk kita. Tuhan tetap bekerja di balik layar mempersiapkan kita.   

Menghadapi kehidupan ini, tidak cukup hanya mengandalkan kekuatan, pikiran dan kemampuan. Namun biarlah Tuhan yang memimpin kehidupan kita, biarkan kuasa Tuhan bekerja dalam diri kita. Tampilah dalam hidup ini bukan sebagai orang bermodalkan kekuatan dan kemampuan, tetapi tampil sebagai orang yang diurapi Tuhan.

Tuesday, March 21, 2017

Yuk Jadi Makin Canggih dalam Hukum Allah

Pernahkah mengajari anak belum sekolah untuk berhitung? Bagaimana rasanya? Susah ya. Rumus apa yang bisa menghasilkan angka 2? Tentu anak-anak kecil semuanya sama: rumus 1 + 1. Semua harus dihafal, tidak boleh ada modifikasi tentunya. Sementara untuk kita yang sudah dewasa, angka 2 itu bisa terjadi melalui 3 � 1 atau 1 x 2 atau 4:2, bahkan yang lebih ahli bisa menciptakan berbagai rumus dengan tangen dan derivatif untuk menghasilkan 2. Makin rumit, makin kompleks, dan makin dapat mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan.

Demikian juga Allah ketika mengajari manusia tentang hukum. Pada awalnya hidup manusia sangatlah kacau, tanpa hukum, tanpa yang kita sebut sekarang dengan �kemanusiaan�. Melihat ini maka Allah melalui bangsa Israel memperkenalkan DiriNya sebagai Allah yang esa, serta hukumnya yang jauh lebih baik daripada bangsa-bangsa di sekitarnya. Tak heran bangsa Israel mendengar berbagai pujian dari bangsa lain tentang hukumnya yang unggul. Unggul karena membuat hidup manusia menjadi lebih baik, lebih adil dan lebih berkemanusiaan.  


Dengan berlalunya waktu, hukum-hukum Allah itu mulai diadopsi oleh bangsa lain yang melihat bahwa hukum tersebut baik adanya. Namun situasi mulai berubah. Hukum Taurat yang keras itu tidak cocok lagi dengan manusia karena mereka menjadi mengeraskan hati untuk mentaati hukum. Maka Yesus pun datang untuk menjadi hukum yang baru dan sempurna, yaitu hukum Kasih. Hukum Kasih ini sifatnya universal, merangkul semua orang, dan mengingatkan manusia akan Allah yang penuh kasih. Tapi Hukum Kasih ini tidak meninggalkan sedikitpun dari Hukum Taurat yang diperkenalkan di awal. Sama dengan ahli matematika tidak akan meninggalkan 1+1=2, Yesus pun berkata bahwa tak seiotapun dari hukum Taurat itu akan hilang. Bedanya adalah kita yang makin dekat dengan Allah, perlu makin memahami tujuan Allah memperkenalkan hukum itu, yaitu membuat manusia menjadi lebih baik dan sempurna setiap saat.

---------------------------
Rabu, 22 Maret 2017
Hari Biasa Pekan III Prapaskah
Bacaan 1: Ul:4:1,5-9
MT: Mzm 147:12-13,15-16,19-20
Injil: Mat 5:17-19 

Monday, March 20, 2017

Keluaran 17: 1-7 | Masa dan Meriba



Bacaan Firman Tuhan: Keluaran 17: 1-7
Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: "Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?"

Nas ini menjadi perenungan dan sekaligus pelajaran bagi kita dalam perjuangan kita dalam hidup ini. Jika saat ini di tanyakan pada kita, pernahkah kita seperti bangsa Israel yang bersungut-sungut ini? Sejatinya, yang permasalahan dalam nas ini bukanlah masalah sungut-sungut ini, namun yang hendak diperlihatkan pada kita saat ini adalah tiadanya iman mereka dalam menghadapi kesulitan. dengan jelas mereka mengatakan �Adakah Tuhan ditengah-tengah kita atau tidak?�. Inilah yang menunjukkan ketidakpercayaan mereka kepada Tuhan. Perjalanan yang mereka lalui adalah sesuai dengan titah Tuhan. Tuhanlah yang menuntun dan mengarahkan perjalanan mereka, namun mereka tetap harus mengatakan demkian.

Kita dapat melihat bagaimana ketidakpercayaan mereka kepada Tuhan melalui apa yang sudah terjadi sebelumnya atas kehidupan mereka. Sampai dengan nas ini, mereka sudah 4 kali bersungut-sungut kepada Tuhan, yaitu: ketika mereka dikejar tentara Mesir, air pahit di Mara, meminta daging dan roti di padang gurun Sin, dan sampailah pada nas bacaan kita kali ini yang mana mereka bersungut-sungut karena ketiadaan air. Kejadian ini membuat Musa bertengkar dengan bangsa Israel.

Jika dalam satu kejadian mereka bersungut-sungut mungkin hal itu bisa diterima, namun jika hal itu terus berulang-ulang terjadi hingga empat kali, maka itu bukan lagi suatu kewajaran. Tidakkah seharusnya mereka dapat belajar dan memahami apa yang telah diperbuat Allah pada mereka di waktu sebelumnya? Namun justru mereka memperlihatkan dengan tegas ketidakpercayaan mereka. Maka ada beberapa hal yang dapat kita pelajari melalui nas ini:

1.      Hidup bersama Tuhan bukan berarti kita tidak lagi menghadapi pergumulan dan tantangan hidup. Namun kita akan mengatakan, bersama Tuhan apa yang tidak dapat kita lalui, apa yang tidak dapat kita hadapi, apa yang tidak dapat kita selesaikan. Sebab Tuhan ada bersama dengan kita. Demikianlah umat Israel dalam perjalanannya keluar dari Mesir, mereka berjalan sesuai dengan titah Tuhan, namun tidaklah artinya kesulitan itu tidak aka nada lagi.

2.     Kita juga diarahkan untuk tidak bersungut-sungut ketika persoalan hidup itu di depan kita. Jika kita boleh menoleh ke belakang melihat apa yang sudah terjadi, terlebih ketika kita menghadapi masalah dan pergumulan hidup. Kita ditanyakan, apakah kita dapat melalui semuanya itu? Jika kita dapat melalui kesulitan pada masa yang lalu, kenapa kita tidak bisa menghadapi kesulitan yang akan datang? Kita percaya bahwa Tuhan bekerja dan mengawal kehidupan orang percaya.
Ingatan yang seperti inilah yang tidak ada pada umat Israel dalam perjanannya, mereka dengan cepat lupa bagaimana tantangan dalam perjalanan mereka dapat dilalui berkat pertolongan Tuhan.

3.     Dan yang paling penting untuk kita pergumulkan melalui nas ini, bahwa ternyata umat Israel lebih mendengarkan suara perutnya daripada suara Tuhan. Inilah sebabnya mereka terus berulang-ulang bersungut-sungut. Sampai kapanpun kita akan menjadi umat yang bersungut-sungut jika dasar iman kita tidak jelas. Apakah iman kita itu berada di tepi jalan, di bebatuan, di semak berduri atau di tanah yang baik. Tanpa memahami dan mempercayai keberadaan Tuhan dalam kehidupan kita, tentulah kita akan tetap menjadi umat yang cengeng yang tahu hanya menuntut.


Tags