Latest News

Tuesday, June 5, 2018

Harapan sebagai Sumber Kehidupan

Di dalam sebuah buku, The World Until Yesterday, karangan Jared Diamond, ia berargumentasi bahwa agama dilihat sebagian orang sebagai upaya manusia untuk menjelaskan hal-hal yang belum dapat dimengerti, dan untuk memberikan harapan serta kekuatan untuk menjalani hidup yang terkadang sangat berat. Karena argumen-argumen seperti ini, banyak orang kini menganggap agama hanya sebagai �kebohongan semata�, �kekuatan sugestif�, dan sebagainya. Artinya agama bukan bersumber dari yang mahakuasa, melainkan dari kita yang membutuhkan suatu pegangan hidup.

Benar atau tidaknya argumen itu akan tergantung dari bagaimana kita memiliki iman. Tapi faktanya adalah agama memberikan pemeluknya suatu harapan bahwa hidup di dunia ini singkat tapi sangat menentukan bagaimana kita nanti hidup kekal. Hidup benar saat ini, hidup seribu tahun yang menyenangkan di surga. Hidup sesat saat ini, hidup selamanya di dalam api sekam.

Bagi orang ateis, tidaklah mungkin ada kebangkitan. Begitu kita mati, maka kita akan lenyap. Bagi mereka, suatu ketiadaan kekal merupakan hal yang tidak perlu disesalkan, cukup lakukan yang terbaik di dalam umur kita yang singkat di dunia ini. Namun benarkah demikian? Ada banyak kasus bunuh diri karena mereka merasa penderitaannya di dunia terlalu berat, sehingga ketiadaan menjadi lebih baik daripada ada tapi sakit.

Orang yang tidak memiliki keyakinan akan kebangkitan, tidak memiliki pula makna hidup. Apa makna hidup kita di dunia ini? Ya, agar kita dibangkitkan pada hidup yang kekal dan melihat bahwa semua yang kita lakukan itu baik adanya. Ada harapan yang terkandung disitu. Maka berbahagialah kita yang percaya akan kebangkitan, karena dengan demikian, penderitaan kita di dunia ini menjadi bermakna.

---------------------
Bacaan Liturgi 06 Juni 2018
Hari Biasa, Pekan Biasa IX
PF S. Norbertus, Uskup
Bacaan Pertama: 2Tim 1:1-3.6-12
Bacaan Injil: Mrk 12:18-27

No comments:

Post a Comment

Tags